Selasa, 09 April 2013

PENGEMBANGAN BUDAYA PROGRESIF MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA



PENGEMBANGAN BUDAYA PROGRESIF
MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ada enam nilai dasar yang menentukan sistem nilai atau sistem moral setiap pribadi, setiap kelompok sosial, dan setiap budaya, yaitu nilai teoretis, ekonomi, agama, estetik, kekuasaan dan persaudaraan. Budaya atau peradaban modern menggambarkan budaya progresif, yang system moralnya didominasi oleh nilai teoretis ilmu yang bertujuan mengidentifikasi benda dan kejadian secara objektif, dan oleh nilai ekonomi yang bertujuan menciptakan barang-barang kebutuhan secara efisien. Semua lembaga pendidikan tentu mempunyai tujuan untuk mengembangkan nilai teoretis, meskipun kadarnya bervariasi antara lembaga pendidikan yang satu dengan lainnya, sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikannya. Oleh karena itu, sebenarnya lembaga pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan budaya progresif. Budaya progresif ini tercermin dalam kemauan untuk maju dan berkembang, didukung oleh penemuan ilmiah serta pemenuhan kebutuhan secara efisien berdasarkan pemikiran secara rasional dan logis (Zuhdi, 2008: 186).
          Di samping budaya progresif, perlu juga dikembangkan budaya ekspresif, yakni yang diwarnai oleh nilai agama dan nilai estetik yang berdasarkan perasaan, intuisi, imajinasi, dan kepercayaan. Budaya progresif dan ekspresif ini harus dikembangkan secara harmonis, karena pengabaian salah satu dari dua jenis budaya tersebut akan menimbulkan ketidakserasian dalam kehidupan umat manusia. Namun, yang akan dibahas dalam makalah ini adalah pengembangan budaya progresif. Karena pendidikan dewasa ini berorientasi pada bidang studi, maka pengembangan budaya progresif seharusnya tercermin dalam isi dan proses pembelajaran setiap bidang studi.

B. Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Bagaimanakah implementasi pengembangan budaya progresif dalam pembelajaran bahasa Indonesia?


BAB II
KAJIAN TEORETIS

Dalam upaya menuju masa depan yang lebih maju, kita harus memiliki pandangan baru. Pandangan baru tersebut hendaknya berakar pada pemahaman manusia secara utuh dan mendalam. Dengan cara demikian, diharapkan masalah-masalah yang muncul dapat diatasi secara mendasar, dan selanjutnya dapat menimbulkan tanggung jawab dan kegotongroyongan dalam segi sosial dan budaya bagi kehidupan manusia di dunia ini.
          Khususnya dalam mengatasi masalah-masalah yang saat ini harus dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang, wawasan baru tersebut tidak boleh tidak harus dikembangkan. Adapun masalah-masalah yang diidentifikasi sebagai masalah dunia (global) adalah kemiskinan, kelebihan penduduk, keadilan sosial, rasisme, kebutuhan akan nilai demokrasi, penghormatan terhadap hak-hak manusia, dampak negatif kemajuan teknologi, polusi, narkotik, pencapaian perdamaian dan masih banyak lagi yang lain. Meskipun masalah ini tidak menimpa setiap negara, tetapi merupakan masalah kemanusiaan yang mungkin akan muncul di Negara mana pun apabila upaya penanggulangannya tidak dilakukan secara sungguh-sungguh (Zuhdi, 2008:187).
          Lembaga pendidikan, yang diharapkan berfungsi sebagai agen pembaharu, seharusnya memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap berbagai masalah dunia tersebut. Melalui proses pendidikan perlu ditumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab setiap manusia, baik secara individual maupun secara kolektif untuk mencegah munculnya masalah-masalah tersebut. Di samping itu, perlu dikembangkan keterampilan mengatasi masalah yang tidak dapat dihindari lagi kemunculannya.
          Kebutuhan akan keterampilan menanggulangi ataupun memecahkan masalah lewat proses pendidikan itu tidak selalu harus dipenuhi dengan penambahan muatan kurikulum seperti yang selama ini sering dilakukan di Negara kita. Suatu kurikulum memang harus dievaluasi secara periodik untuk menilai kesesuaiannya dengan kebutuhan masa kini. Namun, perubahan yang harus dilakukan perlu diupayakan jangan sampai menimbulkan dampak terlalu saratnya muatan kurikulum, sehingga justru menyebabkan menurunnya kualitas pendidikan disebabkan peserta didik harus menanggung beban studi yang terlampau berat. Kondisi seperti ini dapat dihindari antara lain dengan memperkirakan muatan maksimal setiap kurikulum dan memberikan ruang bagi kemungkinan penambahan muatan (dalam jumlah terbatas) atau penggantian muatan tertentu dengan muatan baru yang lebih relevan. Dengan kata lain, hendaknya ada bidang-bidang studi yang bersifat terbuka, terbuka bagi kemungkinan diberi isi baru yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan masa kini (berdasarkan perkiraan kebutuhan masyarakat untuk masa yang akan datang). Dalam hal ini bidang studi bahasa Indonesia kiranya tepat untuk tujuan itu. Sesuai dengan permasalah dalam makalah ini maka bahasa Indonesialah salah satu bidang studi yang sesuai untuk mengembangkan budaya progresif. Namun, sebelum berbicara lebih lanjut mengenai hal ini, perlu kiranya kita tinjau hubungan antara bahasa dan kebudayaan.
          Masinambow (dalam Alfian, 1984) mengemukakan dua macam pandangan mengenai kedudukan bahasa dan kebudayaan apabila kita menganggap bahwa bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan subordinatif. Menurut pandangan pertama, bahasa merupakan yang utama; artinya bahasa menentukan corak kebudayaan. Aspek-aspek kebudayaan seperti organisasi social, system kepercayaan, system ekonomi, dan sebagainya merupakan aspek periferal, bersifat ekstralingual. Sebaliknya, menurut pandangan kedua, bahasa merupakan salah satu subsistem dari kebudayaan. Secara sinkronis, bahasa terlibat dalam proses keberadaan dan perkembangan kebudayaan. Adapun secara diakronis, bahasa dianggap merupakan system yang selalu dalam keadaan berubah. Baik menurut pandangan pertama maupun yang kedua, bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat. Bahkan, kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi tanpa bahasa; bahasalah faktor yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan (Nababan, 1986: 50). Hubungan antara bahasa dan kebudayaan digambarkan secara jelas dalam diagram berikut.

Filogenik
 

                                            (Sistemik)
        Kebudayaan                  Ontogenik                    Bahasa
 

(Belajar)
          Hubungan filogenik: bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Hubungan ontogenik: seseorang belajar kebudayaan melalui bahasanya. Nababan menekankan bahwa kedua hubungan ini perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, pengembangan corak suatu budaya dapat ditempuh melalui pengembangan bahasa (Zuhdi, 2008: 189)
         


BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

Dalam upaya mengembangkan budaya progresif melalui pembelajaran bahasa Indonesia, maka isi dan kegiatan belajarnya harus mencerminkan perwujudan budaya progresif, yang ciri-cirinya telah dikemukakan pada bagian pendahuluan bab ini. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa (yang belajar) agar berbudaya progresif ialah keterampilan berpikir secara kritis. Oleh karena itu, pada bagian berikut ini akan dibahas strategi untuk membuat siswa memiliki kemampuan berpikir kritis, strategi pemecahan masalah beserta penerapannya dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Salah satu strategi untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah ialah menghadapkan siswa pada masalah-masalah yang memerlukan secara kreatif atau yang memiliki berbagai kemungkinan pemecahan. Yang menjadi fokusnya adalah proses pemecahan masalah. Siswa didorong untuk mengidentifikasi masalah dan kendala-kendala dalam pemecahannya, membuat asumsi-asumsi, dan mengemukakan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya.
          Strategi pemecahan masalah ini meliputi mengidentifikasi masalah; menyatakan tujuan pemecahan masalah; membuat daftar kendala-kendala dalam pemecahan masalah, asumsi-asumsi yang relevan untuk pemecahan masalah, dan fakta-fakta yang dapat menunjang pemecahan masalah; mengemukakan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah; menentukan pemecahan masalah yang paling sesuai; menganalisis, membuat sintesis, dan mengevaluasi pemecahan masalah; melaporkan, mengimplementasikan, serta mengecek hasil. Langkah-langkah tersebut disusun berurutan guna pemecahan masalah secara optimal. Setiap langkah dapat dipandang sebagai masalah kecil yang memungkinkan para siswa berpikir secara kritis dalam melaksanakannya (Zuhdi, 2008: 190). Tentu saja guru dapat menyederhanakan langkah-langkah tersebut agar disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapainya dan juga tingkat kemampuan siswa .
          Kita perhatikan langkah-langkah tersebut, jika strategi pemecahan masalah ini digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, akan banyak kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk melatih keterampilan mereka berbahasa Indonesia. Pada langkah pertama, yakni mengidentifikasi masalah, setiap siswa dapat diminta menuliskan masalah-masalah yang telah diidentifikasi, kemudian mengemukakannya secara lisan di kelas untuk memperoleh tanggapan dari siswa yang lain atau dari guru. Pada langkah ini siswa perlu diarahkan agar mampu menyusun urutan masalah dari yang paling mendesak. Dengan demikian, kebiasaan untuk menyusun skala prioritas pemecahan masalah dapat berkembang pada diri siswa.
          Demikian juga dengan langkah-langkah berikutnya, semua memberikan kesempatan yang cukup banyak kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan melatih keterampilan berbahasa, baik secara lisan maupun secara tertulis. Misalnya, pada langkah mengemukakan berbagai kemungkinan pemecahan masalah, di samping siswa dilatih berinkuiri atau melakukan penemuan pemecahan masalah berdasarkan gagasannya sendiri (kegiatan ini melatih keterampilan menulis dan berbicara), mereka perlu dibiasakan menelaah pustaka-pustaka yang relevan sehingga  menemukan kemungkinan pemecahan masalah secara teoretis atau konseptual dari khazanah ilmu yang ada. Dengan demikian, mereka akan terbiasa untuk membaca secara cermat dan kritis.
          Masalah-masalah kemanusiaan seperti yang telah diutarakan pada bagian sebelumnya, yaitu kemiskinan, kelebihan penduduk, keadilan social, polusi, dampak kemajuan teknologi, dan sebagainya, hendaknya disusun menjadi suatu seri pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan menyusun pembelajaran bahasa Indonesia sebagai suatu seri masalah yang harus dicari pemecahannya dalam kegiatan belajar mengajar, bukan sebagai suatu seri ceramah yang harus didengarkan dan diingat oleh siswa bahasa, mereka terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia guna mempelajarii materi pembelajaran.

A. Peranan Guru
Peranan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang menggunakan strategi pemecahan masalah ialah sebagai perencana proses, konsultan, fasilitator, dan pengontrol kualitas. Selaku perencana proses, guru  menyusun dan merancang pembelajaran. Sebagai pengganti pembuatan satuan pelajaran secara tradisional, guru perlu menyusun masalah berdasarkan materi yang telah dipilihnya, menyusun bahan pembelajaran yang dapat dipelajari sendiri oleh para siswa, dan menyiapkan lembar balikan untuk setiap langkah dalam setiap masalah. Pembuatan rencana kegiatan ini membutuhkan pemikiran kreatif. Di samping itu, dibutuhkan waktu untuk mengoordinasikan dan mengurutkan masalah dan tugas-tugas sehingga masalah beserta pemecahannya cukup bermakna dan balikan yang diperoleh cukup berguna bagi siswa untuk meningkatkan keterampilan berbahasa dan memecahkan masalah.
          Sebagai konsultan dan fasilitator, guru bertugas memberikan informasi, mendorong para siswa agar aktif dalam diskusi kelompok dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang siswa untuk berpikir. Guru tidak selalu harus menyampaikan informasi dalam bentuk ceramah. Informasi dapat diberikan apabila para siswa tidak dapat memecahkan masalah atau jika sebuah kelompok menemukan pemecahan masalah yang sangat bagus sehingga perlu disampaikan kepada siswa-siswa yang lain.
          Selaku pengontrol kualitas, guru memiliki peranan yang sangat berarti dalam memberikan balikan kepada para siswa, baik balikan tertulis maupun yang diutarakan secara lisan kepada setiap kelompok atau kepada seluruh siswa di kelas. Balikan harus berupa informasi yang dapat membantu para siswa memperbaiki kesalahannya berbahasa dan  meningkatkan kemampuannya untuk memecahkan masalah secara tepat.

B. Peranan Siswa
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang menggunakan strategi pemecahan masalah, para siswa benar-benar harus aktif. Mereka harus bersedia memberikan sumbangan pikirannya dan mengembangkan keterampilannya berkomunikasi dalam kelompoknya maupun dalam kelas, khususnya keterampilan menyimak, menyatakan pendapat, dan menyimpulkan. Siswa berfungsi baik sebagai tutor jika sedang menerangkan suatu wawasan kepada siswa yang lain, maupun sebagai yang ditutori jika ia tidak dapat memahami sesuatu dan perlu meminta penjelasan kepada temannya. Dengan demikian, mereka dituntut menjadi siswa yang aktif menyampaikan gagasan, mempelajari materi pembelajaran di luar jam pelajaranan, mempelajari keterampilan memecahkan masalah, dan dapat menerima pengalaman belajar dalam bentuk baru. Semua kegiatan ini membutuhkan keterampilan dalam berbahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis.
          Pembelajaran bahasa Indonesia dengan strategi pemecahan masalah seperti yang telah diuraikan di atas berpusat pada siswa. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu mereka ketahui harus disampaikan secara jelas. Untuk itu, diperlukan informasi mengenai :
1.    Situasi pemakaian bahasa;
2.    Maksud dan tujuan pemakaian bahasa;
3.    Ragam bahasa yang akan digunakan (tulis, lisan, resmi, tak resmi);
4.    Tingkat kemahiran berbahasa yang diinginkan.
(Tarigan, 1989: 131)

Guna memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan berbagai ragam bahasa Indonesia, guru dapat merancang berbagai setting pemecahan masalah, misalnya saja pemecahan masalah kemiskinan dalam rembug desa. Dengan demikian, siswa sekaligus dapat melakukan berbagai peran, baik sebagai lurah, carik, kebayan, maupun rakyat biasa. Kemampuan bermain peran ini sangat berharga bagi kehidupan mereka kelak, di samping dapat mengembangkan kemampuan menempatkan diri di pihak orang lain (tepa slira).
Setiap pendekatan pembelajaran bahasa yang hanya mementingkan pembelajaran bahasa saja, tidak akan sesuai kebutuhan siswa bahasa . Yang justru diperlukan adalah pendekatan integrative yang mengaitkan pembelajaran bahasa dengan pembelajaran isi, dan mengakui peranan konteks dalam komunikasi (Mohan dalam Tarigan, 1989: 136). Pembelajaran bahasa Indonesia dengan strategi pemecahan masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari materi dan memecahkan masalah-masalah kehidupan yang nyata dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam penggunaan yang sebenarnya. Dengan demikian, mereka menggunakan bahasa untuk belajar. Hal ini sesuai dengan hakikat bahasa yang memang berfungsi sebagai sarana dalam rangka menemukan kebenaran ilmiah, dan mengembangkan ilmu. Dengan kata lain, pembelajaran bahasa Indonesia dengan strategi pemecahan masalah merupakan praktik pengembangan nilai teoretis, dan seperti telah diuraikan pada awal bab ini, berkembangnya nilai-nilai teoretis secara pesat merupakan salah satu ciri berkembangnya budaya progresif.


BAB IV
KESIMPULAN

         Bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat, baik hubungan filogenik maupun ontogenik. Dengan mempertimbangkan kedua hubungan ini, pengembangan budaya dapat dilakukan melalui isi dan proses pembelajaran bahasa Indonesia. Salah satu corak budaya yang perlu dikembangkan di negara kita adalah budaya progresif, yang salah satu cirinya berupa berkembangnya nilai-nilai teoretis berdasarkan pemikiran secara rasional dan logis.
         Pembelajaran bahasa Indonesia dengan strategi pemecahan masalah memberikan kesempatan yang cukup banyak bagi siswa  untuk menggunakan bahasa. Langkah pemecahan masalah dalam strategi ini memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan memecahkan masalah-masalah yang diidentifikasi sebagai masalah global, seperti kemiskinan, keadilan sosial, penerapan nilai demokrasi, dan sebagainya.
         Siswa harus aktif mengembangkan keterampilan berkomunikasi untuk menyampaikan gagasan maupun menanggapi gagasan orang lain. Siswa perlu melakukan kegiatan mempelajari materi di luar jam pelajaran dan mempelajari keterampilan memecahkan masalah. Kemampuan menggunakan berbagai ragam bahasa dapat diupayakan dengan merancang berbagai setting pemecahan masalah. Sedangkan peranan guru adalah sebagai perencana proses, konsultan, fasilitator, dan pengontrol kualitas.


DAFTAR PUSTAKA

Alfian, ed. 1986. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta: Gremdia.
Gandhi, Teguh Wangsa. 2011. Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Tarigan, H.G. 1989. Pengajaran Remidi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Tilaar, H.A.R. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Persektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta : Kompas.
Zuhdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara
























Senin, 03 September 2012

PUISI PERPISAHAN


              UNTUKMU …….
                           ALMAMATERKU

Untaian hari-hari indah
Kurenda bersamamu
Dalam suka dan duka, canda dan tawa
Kadang gundah nestapa melanda
                Sejuta kenangan kupatri disini
                Di antara dinding dan tiang berjajar rapi
                Dikerimbunan daun menghijau
                Tapak-tapak kami membekas jelas
                Dikepanjangan terasmu menyatu
 Ruang-ruangmu adalah saksi bisu
Perjuangan kami sepanjang waktu
Menuntut ilmu tuk bekali diri
Hingga muncul insan sejati nan mandiri
                Meja kursimu saksi abadi
                Perjuangan kami lengkapi diri
                Mencari bekal tuk hari nanti
                Di keluasan padang bakti
Tiap jengkal ubinmu adalah nadi
Denyut perjuangan hakiki
Terasa di setiap sanubari
Itu bukti kebersamaan kami
                Terima kasih sekolahku
                Terima kasih bapak/ ibu guru , sahabat-sahabatku
                Seuntai kata, sebaris doa
                Kumohonkan pada yang kuasa, khalik semesta
                Tegarlah engkau di gelombang jaman
                Jayalah engkau di derasnya perubahan
                Teruslah bersinar di pekatnya kegelapan
                Engkau setia menjaga jaman

Senin, 19 Oktober 2009

RPP Berbasis Quantum Teaching

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)



Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII/2
Standar Kompetensi : 12. Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan / poster.
Kopetensi Dasar : 12.2 Menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas.
Indikator : (1) Mampu mendata hal-hal penting dari sumber berita
(2) Mampu merangkai hal-hal penting dari sumber berita menjadi kalimat pokok berita yang singkat dan jelas;
(3) Mampu menulis teks berita dengan bahasa yang
singkat, padat, dan jelas.
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)


1. TUJUAN PEMBELAJARAN
Siswa dapat menulis teks berita secara singkat, padat dan jelas.

2. MATERI PEMBELAJARAN
Penulisan teks berita :
a. Teks berita.
Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat ; kabar; laporan; pemberitahuan; pengumuman. Ada yang mengartikan bahwa berita adalah kabar, warta yang dikirimkan dari suatu tempat ke tempat lain atau laporan peristiwa yang dituliskan di surat-surat kabar. Sedangkan teks berita adalah teks atau naskah atau tulisan yang berisi berita.

b. Unsur-unsur berita
Unsur-unsur berita meliputi 5W+1H yaitu
1. What : peristiwa apa yang terjadi,
2. Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa itu,
3. Where : di mana peristiwa itu terjadi,
4. When : kapan peristiwa itu terjadi,
5. Why : mengapa peristiwa itu terjadi, dan
6. How : bagaimana peristiwa itu terjadi

c. Cara penulisan teks berita
Penulisan berita harus memenuhi syarat yaitu :
(1) berita yang ditulis harus berisi fakta nyata,
(2) obyektif, berita yang ditulis harus sesuai dengan keadaan sebenarnya,
(3) berimbang, yakni berlandaskan pada kebenaran ilmu atau kebenaran berita itu sendiri tanpa mengabdi pada sumber berita,
(4) akurat, tepat dan jelas sasarannya,
(5) berita yang ditulis hendaknya lengkap/komplit.
Komposisi/sistematika sebuah berita terdiri atas
(1) judul berita/headline news,
(2) baris tanggal/dateline,
(3) teras berita/lead news.
Sedangkan bentuk susunan berita tergantung dari masalah atau permasalahan yang ditulis. Apakah itu penulisan berita langsung, penulisan berita yang menonjolkan nilai waktu, berita perjalanan, berita sejarah, biografi, dan sebagainya.
Ada tiga bentuk susunan berita yaitu:
(1) bentuk piramid terbalik yakni bentuk penulisan yang memprioritaskan informasi yang paling penting di bagian depan/awal dan seterusnya ke hal yang kurang penting, dan ini adalah bentuk yang paling banyak digunakan;
(2) bentuk paralel yakni bentuk penulisan berita di mana bagian awal, tengah, dan akhir memiliki bobot yang sama;
(3) bentuk kronologis yakni bentuk penulisan berita yang memaparkan informasi secara berurutan menurut proses waktu atau proses peristiwanya .

3. METODE PEMBELAJARAN
a. Pemodelan
b. Tanya jawab
c. Diskusi
d. Observasi
d. Inkuiri
e. Quantum Teaching

4. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pertemuan Pertama
a. Kegiatan awal
1) Guru menenyakan keadaan siswa, kemudian mengajak siswa bernyanyi lagu
2) Guru melakukan apersepsi yakni mengaitkan pembelajaran membaca berita yang telah dilaksanakan sebelumnya berita dengan pembelajaran menulis berita yang akan dilaksananakan disertai dengan penyampaian tujuan pembelajaran .
3) Siswa bertanya jawab dengan guru tentang berita dan penulisan berita. Di sini guru meyakinkan siswa akan prospek positif profesi penulis berita (wartawan) dengan memberi contoh-contoh wartawan sukses di Indonesia Tumbuhkan minat dengan menunjukkan “Apakah Manfaatnya BAgiKu (AMBAK)
4) Setelah terbentuk penguatan pada siswa, guru menyampaikan dan mendiskusikan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu menulis berita.



b. Kegiatan inti
1) Guru menayangkan peristiwa lewat LCD dan membagikan teks yang isinya berupa berita tentang peristiwa yang ada dalam tanyangan tersebut ; Ciptakan/datangkan pengalaman umum yang dapat dimengeti semua siswa (Alami)
2) Siswa mencermati rekaman peristiwa yang ditayangkan guru kemudian membaca teks beritanya;
3) Guru membentuk kelompok siswa dengan cara siswa diajak menyebutkan nama-nama harian/surat kabar yang dikenalnya.
4) Setelah masing-masing siswa menyebutkan nama-nama harian, guru menetapkan enam nama harian yang tekenal sebagai nama kelompok, misalnya (1) KOMPAS, (2) JAWA POS, (3) REPUBLIKA, (4) KEDAULATAN RAKYAT, (5) SUARA MERDEKA, dan (6) BERNAS.
5) Siswa diminta berhitung 1 (satu) sampai 6 (enam) urut dari depan sampai belakang/semua siswa berhitung, tiap-tiap siswa menyebut satu bilangan saja dan setelah sampai hitungan ke enam kembali ke satu lagi .
6) Guru menetapkan bagi siswa yang menyebut hitungan satu berarti masuk kelompok KOMPAS, menyebut dua masuk kelompok JAWA POS dan seterusnya.
7) Setelah terbentuk kelompok, secara berkelompok siswa berdiskusi untuk menemukan dan menentukan unsur-unsur berita ( 5 W + 1 H) sistematika dalam teks berita yang dibacanya; Namai unsur berita dengan 5 W + 1 H sebagai kata kunci
8) Guru memberikan bimbingan seperlunya kepada siswa yang merasa kesulitan untuk menemukan dan menentukan unsur-unsur berita;
9) Siswa mempresentasiakan hasil diskusinya melalui wakil kelompoknya, kelompok yang lain menanggapinya.
10) Kelompok yang berhasil mempresentasikan hasil diskusinya dengan benar mendapat hadiah berupa pujian.
11) Setelah presentasi selesai, hasil diskusi kelompok ditempel di papan tempel yang telah disediakan di kelas.
12) Siswa dan guru menyepakati dan menyimpulkan unsur-unsur berita dan sistematika teks berita yang baru didiskusikan.
13) Masih dalam kelompok yang sama, secara berkelompok siswa berlatih menulis teks berita tentang peristiwa yang baru terjadi di kelasnya . Demonstrasikan penulisan berita oleh siswa untuk memberi kesempatan pada siswa bahwa siswa tahu dan mampu berbuat.
14) Guru memberikan bimbingan seperlunya kepada kelompok yang merasa kesulitan untuk menulis teks berita;
15) Siswa mempresentasiakan hasil diskusinya melalui wakil kelompoknya, kelompok yang lain menanggapinya. Siswa berkesempatan lagi menunjukkan bahwa siswa tahu melalui kegiatan presentasi (Ulangi)
16) Kelompok yang berhasil menulis berita sesuai dengan ketentuan penulisan berita yang baik mendapat hadiah berupa predikat calon wartawan cilik terbaik. Rayakan keberhasilan siswa untuk memberi pengakuan terhadap keberhasilan siswa memperoleh kompetensi.
17) Setelah presentasi selesai, hasil diskusi kelompok ditempel di papan tempel yang telah disediakan di kelas.
18) Guru memberikan penguatan dan kesimpulan tentang cara menulis teks berita yang baik.

c. Kegiatan Akhir
1) Siswa dan guru mengadakan refleksi terhadap proses pembelajaran (TANDUR) yang telah dilaksanakan dan hasil yang telah dicapai.
2) Guru memberikan kegiatan kesenangan rumah berupa menulis berita tentang peristiwa yang dialami/diketahui oleh siswa di lingkungan tempat tinggalnya.

Pertemuan Kedua
a. Kegiatan awal
1) Guru menenyakan keadaan siswa, kemudian mengajak siswa bertepuk tangan tanda siap melaksanakan pembelajaran.
2) Guru melakukan apersepsi dengan cara meminta salah satu siswa membacakan hasil kegiatan kesenangan rumah dan mengajak siswa yang lain untuk memperhatikan dan memberikan tanggapan.
3) Guru memberikan pujian terhadap siswa yang telah membacakan tugasnya dan kepada siswa yang telah menanggapinya.
4) Siswa dan guru menyepakati kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

b. Kegiatan inti
1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan cara seperti pada kegiatan pertemuan petama, hanya saja urutan siswa berhitungnya dimulai dari barisan yang paling belakang agar terbentuk kelompok dengan susunan anggota yang berbeda sehingga terjadi variasi anggota kelompok.
2) Tiap-tiap kelompok mendapat tugas melakukan investigasi (penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta/wawancara, melakukan peninjauan/observasi, dsb, dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang peristiwa/kejadian, dsb) ke tempat-tempat yang telah disepakati oleh siswa dan guru yakni kantin sekolah, lapangan olah raga, jalan raya dekat sekolah, toko/warung dekat sekolah,
3) Siswa mencatat data-data yang diperoleh selama investigasi sebagai bahan penulisan berita.
4) Secara berkelompok, siswa menulis teks berita berdasarkan hasil investigasi.
5) Guru memberikan bimbingan seperlunya kepada kelompok yang merasa kesulitan untuk menulis teks berita.
6) Siswa dan guru menyepakati ketentuan penulisan teks berita yang baik.
7) Siswa mempresentasiakan hasil diskusinya melalui wakil kelompoknya, kelompok yang lain menanggapinya.
8) Siswa memajang teks berita dari masing-masing kelompok dipapan pajang kelas.
9) Siswa dan guru mencermatii teks berita yang dipajang dan memberi nilai pada teks tersebut.
10) Siswa dan guru memilih tiga tulisan terbaik berdasarkan kriteria/ketentuan penulisan berita yang baik yang telah disepakati bersama.
11) Kelompok yang memperoleh nilai terbaik diberi hadiah dengan mendapat predikat wartawan cilik terbaik.
12) Guru memberilkan penguatan terhadap proses pembelajaran yang telah dilaaksanakan.

c. Kegiatan Akhir
Siswa bersama guru mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

5. SUMBER BELAJAR
a. Rekaman peristiwa dalam bentuk VCD
b. Teks berita
c. Teman/ Nara Sumber
d. Lingkungan
e. Buku Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII, penulis Nurhadi dkk

6. PENILAIAN
a. Teknik : Tes Unjuk Kerja Tertulis
Portofolio
b. Bentuk instrumen : Uji Petik Produk
Dokumen Teks Berita
c. Soal/Instrumen : ..
Lakukan investigasi di sekitar lingkungan sekolah kemudian tulislah berita tentang peristiwa yang terjadi secara singkat, padat, dan jelas!

Rubrik Penilaian Penulisan Teks Berita:
No Aspek Deskriptor Skor Skor Max
1 Kelengkapan isi • Isi berita lengkap ( 5 W + 1 H )
• Isi berita mendekati lengkap ( 4 unsur )
• Isi berita tidak lengkap ( kurang dari 4 ) 3
2
1 3
2 Kesesuaian isi • Semua tulisan sesuai dengan data
• Sebagian kecil data tidak sesuai
dengan tulisan
• Sebagian besar data tidak sesuai
dengan tulisan 3
2

1 3
3. Sistematika • Urutan sesuai
• Urutan tidak sesuai 1
0 1
4 Penggunaan ejaan dan tanda baca • Tidak ada kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca.
• Terdapat sedikit kesalahan penggunaan tansa baca dan ejaan
• Sebagian besar tulisan dan ejaan dan
tanda baca salah
• Penggunaan ejaan dan tanda baca
salah 3

2

1

0 3

Skor Maksimal = 10

Penghitugan nilai akhir dalam skala 0 s.d. 100 adalah sebagai berikut:
Skor Perolehan
Nilai Akhir = ------------------------- x Skor Ideal (100)
Skor Maksimal

Mengetahui ………….., Desember 2008
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran


……………………… HERMANTO, S.Pd.
NIP NIM 0820128900

Senin, 24 Agustus 2009

MAKALAH PENDIDIKAN

PEMBERDAYAAN DIRI DALAM UPAYA
MENGANGKAT CITRA GURU
Oleh : Hermanto


I.PENDAHULUAN
Agaknya semua orang sepakat bahwa the children of today are the leaders of tomorrow, dan salah satu cara terbaik untuk mewujudkannya adalah melalui pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, guru merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti kegiatan pendidikan di sekolah adalah belajar mengajar yang memerlukan peran guru di dalamnya.
Memang harus diakui maraknya arus informasi dewasa ini, guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi. Meskipun demikian perannya dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis dan edukatif terhadap anak didik.
Slogan pahlawan tanpa tanda jasa senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdian guru yang begitu tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu, sikap kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan profesi yang satu ini berbeda dengan yang lain. Lantaran tanggung jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan juga pada keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak langsung . Hal ini membuat citra seorang guru di mata masyarakat selalu berada di tempat yang lebih baik dan mulia.
Dewasa ini citra guru semakin hangat diperbincangkan. Masyarakat sering mengeluh dan menuding guru tidak mampu mengajar manakala putra-putrinya memperoleh nilai rendah, rangkingnya merosot, atau NEM-nya anjlok. Akhirnya sebagian orang tua mengikutsertakan putra-putrinya untuk kursus, privat atau bimbingan belajar. Pihak dunia kerja ikut memprotes guru karena kualitas lulusan yang diterimanya tidak sesuai keinginan dunia kerja. Belum lagi mengenai kenakalan dan dekadensi moral para pelajar yang belakangan semakin marak saja. Hal itu sering dipersepsikan bahwa guru gagal dalam mendidik anak bangsa. Itulah yang membuat citra guru jadi menurun.
II.PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian pada pendahuluan di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu “Bagaimanakah pemberdayaan diri (guru) dalam upaya mengangkat citra guru?”
III.PEMBAHASAN
Sudjana dalam Mustafa (2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut: (1) adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan; (2) kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu, perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya (http://rasto.wordpress.com/ 31 Januari 2008).
Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru, penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran yang masih berada di bawah standar, sebagai penyebab rendahnya mutu guru yang bermuara pada rendahnya citra guru. Secara rinci, dari aspek guru, rendahnya mutu guru menurut Sudarminta dalam Mujiran (2005) antara lain tampak dari gejala-gejala berikut: (1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; (2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan lapangan yang diajarkan; (3) kurang efektifnya cara pengajaran; (4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; (4) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; (6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; (7) relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas (http://rasto.wordpress.com/ 31 Januari 2008).
Uraian di atas memberikan penekanan bahwa profesionalisme merupakan salah satu garansi bagi peningkatan citra guru. Hal ini sejalan dengan pesan penting yang muncul dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi diharapkan dapat memacu tumbuhnya kesadaran terhadap mutu dan gilirannya akan meningkatkan citra guru di tengah masyarakat. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 (1) bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Dan selanjutnya ditegaskan dalam pasal 8 bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani. Kompetensi guru yang dimaksud dalam pasal 8 tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.

A.Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian yaitu bahwa guru hendaknya memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlaq mulia. Di dalamnya juga diharapkan tumbuhnya kemandirian guru dalam menjalankan tugas serta senantiasa terbiasa membangun etos kerja. Hingga semua sifat ini memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan guru dalam kesehariannya.
Kompetensi pribadi seorang guru meliputi; memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, memiliki pengetahuan budaya dan tradisi, memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi, memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, memiliki pengetahuan tentang estetika, memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, dan setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Dalam pengertian sederhana kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari yang lain.
Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memilki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan .

B.Kompetensi Profesional
Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.

C.Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

1.Merencanakan program belajar mengajar
Proses belajar mengajar perlu direncanakan agar dalam pelaksanaannya pembelajaran berlangsung dengan baik dan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Setiap perencanan selalu berkenaan dengan pemikiran tentang apa yang akan dilakukan. Perencanaan program belajar mengajar memperkirakan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan pada waktu melaksanakan pembelajaran.
Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
Isi perencanaan mengatur dan menetapkan unsur-unsur pembelajaran, seperti tujuan, bahan atau isi, metode, alat dan sumber, serta penilaian. Program belajar mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terperinci dijelaskan kemana siswa itu akan dibawa (tujuan), apa yang harus dipelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana siswa mempelajarinya (metode dan teknik), dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya (penilaian).
Unsur-unsur utama yang harus ada dalam perencanaan pengajaran, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, berupa bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan untuk dimiliki siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar, (2) bahan pelajaran atau isi pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan, (3) metode dan teknik yang digunakan, yaitu bagaimana proses belajar mengajar yang akan diciptakan guru agar siswa mencapai tujuan, dan (4) penilaian, yakni bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui tujuan tercapai atau tidak.
Kegiatan merencanakan program belajar mengajar menurut pola Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI) meliputi: (1) merumuskan tujuan intruksional, (2) menguraikan deskripsi satuan bahasan, (3) merancang kegiatan belajar mengajar, (4) memilih berbagai media dan sumber belajar, dan (5) menyusun instrumen untuk nilai penguasaan tujuan.
Kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
Berdasarkan uraian diatas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.

2.Melaksanakan proses belajar mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.
Yutmini mengemukakan bahwa: persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.
Hal serupa dikemukakan oleh Harahap, yang menyatakan bahwa: Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.

3.Melaksanakan penilaian proses belajar mengajar
Menurut Sutisna (1985), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.

D.Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial guru meliputi; kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat, bergaul dan melayani masyarakat dengan baik, mendorong dan menunjang kreativitas masyarakat, menjaga emosi dan perilaku yang kurang baik, dan menempatkan diri sesuai dengan tugas dan fungsinya baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Kemampuan guru dalam bersosialisasi, juga termasuk dalam kerangka karakter kompetensi sosial. Guru hendaknya mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, kolega, dan masyarakat. Melalui kompetensi sosial diharapkan guru dapat meraih simpati, empati, dan keterlibatan masyarakat untuk mendukung dan memajukan pendidikan di wilayah tempatnya mengajar.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan, guru merupakan unsur strategis sebagai anggota, agen, dan pendidik masyarakat. Sebagai anggota masyarakat guru berperan sebagai teladan bagi bagi masyarakat di sekitarnya baik kehidupan pribadinya maupun kehidupan keluarganya. Sebagai agen masyarakat, guru berperan sebagai mediator (penengah) antara masyarakat dengan dunia pendidikan khususnya di sekolah. Dalam kaitan ini, guru akan membawa dan mengembangkan berbagai upaya pendidikan di sekolah ke dalam kehidupan di masyarakat, dan juga membawa kehidupan di masyarakat ke sekolah. Selanjutnya sebagai pendidik masyarakat, bersama unsur masyarakat lainnya guru berperan mengembangkan berbagai upaya pendidikan yang dapat menunjang pencapaian hasil pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan uraian di atas, profesioanalitas guru merupakan suatu keharusan agar citra guru menjadi baik. Penguasaan kompetensi guru merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalitas guru, yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya citra guru. Penguasaan kompetensi tersebut bisa diperoleh melalui tukar kawruh dengan teman sejawat, pemberdayaan diri dalam forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) atau mengikuti pendidikan profesi.


IV.PENUTUP
Posisi guru sebagai salah satu profesi memang harus diakui dalam kehidupan masyarakat. Guru harus diakui sebagai profesi yang sejajar dengan profesi-profesi lainnya, seperti dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer, dan arsitektur.
Sebagai profesi, guru harus memiliki kompetensi standar agar citra guru tetap terjaga. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Di samping itu, dalam bersikap dan berperilaku, guru harus selalu berpedoman pada Kode Etik Guru Indonesia.


DAFTAR BACAAN

Depdiknas. 2008. Kode Etik Guru Indonesia dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Jakarta: Direktorat PMPTK.
Harahap, Baharuddin. 1983. Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah. Bandung : Angkasa
Joni, T. Raka. 1984. Pedoman Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.
Tilaar, H.A.R. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Persektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta : Kompas.
Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Yutmini, Sri. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: FKIP UNS.
Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisai Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta : Bumi Aksara.
http://rasto.wordpress.com

Kamis, 23 April 2009

PUISIKU

TUHAN

Engkau di sana
di lubuk hati yang paling dalam
Engkau sangat dekat
walau kadang terlupakan

aku rindu
pada-Mu untuk menyatu
aku cinta
karena Engkau wajib dicinta

setetes embun kuharap dari-Mu
penyejuk kalbu pengobat rindu

dari-Mu aku pinta
semunar sinar terpancar
penerang terang hati nan gusar
pengobat raga jiwa yang liar

ya Allah,
Engkau segala tempat aku memohon



Oktober 2008


HALA BI HALAL

harta boleh sirna
uang boleh hilang
jabatan boleh ditahan

harapan kadang putus di jalan
impian sering tidak jadi kenyataan

tapi,
hati tak boleh mati
harus suci tuk sambung silaturahmi
di hari yang fitri

hati harus ikhlas
untuk minta dan beri maaf
pada insan yang bernapas

kita berlebaran
agar lembaran hidup menjadi lebar

noda dan dosa kita haturkan
untuk mendapat ampunan
dari-Nya Tuhan


Oktober 2008

SERTIFIKASI

jauh
terlalu jauh kan kutempuh
hingga mungkin kakiku luruh

kucoba melangkah
walau berat kakiku ini
kuajak berjalan juga berlari

langkah pelan tapi pasti
di awal kuberjalan
hingga kemudian
sesekali berlari

halangan, rintangan dan cobaan
itu bukan persoaalan
walau tidak bisa kuabaikan

ya...
ia pasti harus kudapat
walau berat aku kuat
melawan setan yang penuh pikat
untuk dapat sertifikat


Oktober 2008

Sabtu, 11 April 2009

PENINGKATKAN PERANAN PENDIDIKAN SENI DALAM RANGKA MENINGKATKAN KOMPETENSI SISWA

I. Pendahuluan
Dalam menghadapi era globalisasi industri dan perdagangan bebas yang akan datang, berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia berbenah diri mempersiapkan sumber daya manusianya. Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menjadi perhatian utama dalam upaya pengembangan dan penguasaannya di masa datang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah secara nasional serta memberikan keleluasaan kepada daerah-daerah untuk menerapkannya sesuai dengan kondisi daerah setempat, yaitu dengan memanfaatkan kurikulum muatan lokal.
Indonesia adalah salah satu negara agraris di dunia. Kondisi geografisnya yang terdiri dari dataran tinggi (pegunungan) dan dataran rendah (pesisir) menghasilkan pemandangan yang sangat menakjubkan yang apabila diolah secara profesional dapat menjadi objek wisata yang indah. Data-data tersebut di atas memberikan panduan kepada kita dalam pembentukan kurikulum muatan lokal berikut arah dan sasaran pendidikan yang akan dicapai.
Secara nasional, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi prioritas utama dalam kurikulum, sehingga mata pelajaran Matematika dan IPA mendapat perhatian dan porsi yang khusus dalam kurikulum dengan meminggirkan beberapa mata pelajaran lain yang dianggap kurang bermanfaat bagi perkembangan zaman. Salah satu mata pelajaran yang terpinggirkan tersebut adalah pendidikan seni khususnya seni budaya daerah.
Di dalam pertemuan-pertemuan ilmiah dan makalah-makalah para pakar, selalu disebutkan secara berangkai kata-kata ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Tetapi mengapa yang menjadi prioritas pembangunan pendidikan hanya pada ilmu pengetahuan dan teknologi saja ? Dari mana unsur seni akan diterima oleh peserta didik ?
Sebenarnya peran pendidikan seni bagi seorang peserta didik adalah sangat penting. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu diiringi dengan jiwa yang memiliki nilai-nilai seni sehingga karya cipta yang dihasilkan memiliki nilai-nilai estetis. Bahkan beberapa ahli pernah mengemukakan bahwa tanpa seni, ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi hampa.

II. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada pendahuluan di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu “Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peranan Pendidikan Seni dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa?”

III. Pembahasan
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka sudah sepantasnyalah pendidikan dasar dan menengah dapat mempersiapkan manusia Indonesia yang kompetitif untuk menghadapi era globalisasi dan era perdagangan bebas dunia. Pariwisata, seni dan budaya yang dikatakan mampu memberikan kontribusi kepada daerah dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD) haruslah ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari putra-putra daerah ini. Oleh karena itu, untuk dapat lebih terarah dan mempersempit masalah, disini penulis tertarik untuk membahas kurikulum muatan lokal yang meminggirkan dan menutup mata terhadap pendidikan seni dan budaya daerah.
Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pendidikan seni mendapatkan porsi yang lebih dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Selain ada mata pelajaran Seni Budaya yang sifatnya umum, penempatan pendidikan seni budaya daerah sebagai mata pelajaran muatan lokal adalah terobosan yang amat baik guna menunjang program pembangunan dan pendidikan daerah.
Berdasarkan pantauan penulis, banyak peserta didik yang menambah dan menimba ilmu pengetahuan di bidang seni di luar sekolah, seperti : sanggar-sanggar tari, sanggar-sanggar musik, bina vokalia, rental band dan sebagainya. Hal ini sebenarnya sudah cukup bagi semua pihak untuk melihat sebuah fakta peserta didik telah menganggap bahwa pendidikan dan pengembangan nilai-nilai seni yang diperolehnya di sekolah sudah tidak memadai untuk pengembangan kemampuan dirinya di bidang seni dan menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai seni yang ada di dalam dirinya.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis memberikan saran kepada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia untuk dapat memberikan porsi yang lebih kepada mata pelajaran seni khususnya seni daerah masuk dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal, karena sekolah memiliki wewenang untuk itu. Dan diharapkan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan memberikan dukungan positif bukan memberikan respon tidak menentu sambil menunggu tanggapan atasan seperti yang sering terjadi selama ini.
Kendala kekurangan sumber daya manusia dalam hal ini guru (tenaga pengajar) sudah tidak dapat dijadikan alasan, karena saat ini sangat banyak lulusan Jurusan Pendidikan Sendratasik dan STSI yang tersebar hampir di seluruh Indonesia yang memiliki ilmu dan skill yang memadai untuk itu. Sekarang hanya tinggal kemauan dari pihak sekolah untuk menyelenggarakannya.
Dampak positif dari penyelenggaraan mata pelajaran pendidikan seni budaya daerah sebagai mata pelajaran muatan lokal sangat banyak yaitu :
1. Dengan menempatkan mata pelajaran ini sebagai mata pelajaran muatan lokal, maka pemanfaatan sekolah sebagai media pengembangan jiwa seni peserta didik menjadi lebih optimal.
2. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan instansi terkait dapat memasukkan program-program daerah (bidang pariwisata, seni dan budaya) sebagai materi pelajaran, seperti : kesenian tradisional, objek-objek wisata budaya dan wisata alam dan sebagainya.
3. Dengan penekanan dalam hal praktek diharapkan setiap sekolah memiliki kelompok-kelompok seni yang siap terjun di berbagai even yang diadakan, baik oleh sekolah itu sendiri maupun even antar sekolah dan umum. Kelompok-kelompok tersebut, seperti : tim paduan suara, tim tari, tim band sekolah, tim drama dan teater tradisional sekolah (randai), tim musik tradisi, tim drum band, dan lain-lain.
4. Memberikan peluang kerja bagi para calon tenaga pengajar (guru) bidang seni yang berpotensi.
Tanpa semua itu, jangan berharap dan berbangga akan menghasilkan dan memiliki peserta didik yang memiliki kemampuan seni yang handal. Akan sangat ironis apabila suatu sekolah membangga-banggakan bahwa siswanya menjadi juara pada salah satu lomba seni, tetapi siswa tersebut bisa jadi juara bukan karena di bina di sekolah itu melainkan oleh sanggar seni yang diikutinya.
Untuk menghindari semua itu, maka pembinaan sejak dini di sekolah sudah seharusnya dilakukan. Walaupun tidak mempersiapkan peserta didik menjadi seseorang yang handal dalam bidang seni, minimal sekolah dapat memberikan landasan berpijak yang memadai kepada peserta didik apabila di kemudian hari bidang tersebut ditekuni sebagai jalan hidupnya.

IV. Penutup
Dalam menghadapi era globalisasi industri dan perdagangan bebas yang akan datang, berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia berbenah diri mempersiapkan sumber daya manusianya. Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menjadi perhatian utama dalam upaya pengembangan dan penguasaannya di masa datang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah secara Nasional serta memberikan keleluasaan kepada daerah-daerah untuk menerapkannya sesuai dengan kondisi daerah setempat, yaitu dengan memanfaatkan kurikulum muatan lokal.
Pariwisata, seni dan budaya yang dikatakan mampu memberikan kontribusi kepada daerah dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD) haruslah ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari putra-putra daerah ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pendidikan seni mendapatkan porsi yang lebih dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Penempatan pendidikan seni budaya daerah sebagai mata pelajaran muatan lokal adalah terobosan yang amat baik guna menunjang program pembangunan dan pendidikan daerah.

Jumat, 06 Februari 2009

RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)


Sekolah :SMP
Mata Pelajaran:Bahasa Indonesia
Kelas/Semester:VIII/2
Standar Kompetensi: 10. Mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui
kegiatan diskusi dan protokoler.
Kopetensi Dasar : 10.1 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan.
Indikator : (1)Mampu menjelaskan etika dalam diskusi;
(2)Mampu menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti dan alasan.
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 x pertemuan)


A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.Siswa dapat menjelaskan etika dalam diskusi dengan benar.
2.Siswa dapat menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam
diskusi disertai dengan bukti atau alasan yang tepat.


B. MATERI PEMBELAJARAN
Penyampaian persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
1.Etika berdiskusi
2.Cara menyampaikan persetujuan
3.Cara menyampaikan sanggahan
4.Cara menyampaikan penolakan pendapat


C. METODE PEMBELAJAN
1.Tanya Jawab
2.Pemodelan
3.Demonstrasi
4.Diskusi
5.Penugasan


D. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Kegiatan Awal
a.Siswa dan guru bertanya jawab tentang diskusi
b.Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Inti
a.Siswa dan guru bertanya jawab tentang etika dalam berdiskusi.
b.Guru menayangkan rekaman sebuah diskusi (yang di dalamnya terdapat
penyampaian persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat) sebagai model
untuk dicermati siswa.
c.Siswa mencermati tayangan rekaman diskusi.
d.Siswa dan guru bertanya jawab tentang cara menyampaikan persetujuan,
sanggahaan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
e.Siswa berkelompok, tiap-tiap kelompok terdiri atas 5 siswa.
f.Tiap-tiap kelompok dengan bimbingan guru menentukan topik diskusi
g.Siswa dengan bimbingan guru dalam kelompok masing-masing melakukan latihan
menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
h.Siswa dan guru menyimpulkan cara menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan
penolakan pendapat dalam diskusi dengan disertai bukti dan alasan yang tepat.

3. Kegiatan Akhir
Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.


E. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1.Sumber : Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII
Penerbit Erlangga.
2.Media : Rekaman diskusi dalam bentuk VCD


F. PENILAIAN
1.Teknik : Penilaian Tertulis dan Penilaian Unjuk Kerja
2.Bentuk instrumen : Tes Uraian dan Tes Uji Produk
3.Soal / instrumen :

1. Jelaskan etika dalam berdiskusi secara singkat dan jelas!
Pedoman Penskoran: