Senin, 19 Januari 2009

KARAKTERISTIK KTSP

KARAKTERISTIK

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

(KTSP)

A. Apakah KTSP itu?

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan dan berdasarkan pada standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

B. Mengapa KTSP Lahir?

Pada hakikatnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3). Berangkat dari idealisme pendidikan yang demikian itu, undang-undang tersebut mengamanatkan agar proses pendidikan mengarah kepada terbentuknya kualitas manusia Indonesia seutuhnya.

Keutuhan harus dimengerti sebagai utuh eksistensi (keberadaan) maupun potensi. Dalam pengertian utuh eksistensi, kualitas manusia Indonesia yang diharapkan adalah manusia yang berguna dalam kapasitasnya sebagai insan Tuhan, insan pribadi, insan sosial, dan insan politik. Utuh dalam pengertian potensi, adalah kemampuan produk pendidikan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikotor, atau cerdas spiritual, emosional, dan intelektual. Selain itu, diperlukan produk pendidikan yang berwawasan global yang berpijak lokal, memiliki kualitas internasional tanpa meninggalkan wawasan kebangsaan: nasionalisme dan patriotisme.

Penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa gerakan refromasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berpijak dari tuntutan tersebut, pendidikan harus mampu menyesuaikan diri, yang diwujudkan dalam proses pendidikan yang aktif, kreatif, dinamis, inovatif, dan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan peserta didik dalam konteks lokal, nasional, dan internasional.

Tuntutan reformasi dan demokratisasi tersebut berimplikasi pada pembaharuan sistem pendidikan, salah satunya adalah kurikulum. Diperlukan diversifikasi kurikulum untuk dapat melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam. Dengan kata lain, diperlukan kurikulum yang kontekstual, dalam arti internasional, nasional, dan lokal. Setiap daerah, bahkan setiap sekolah, mempunyai potensi, kebutuhan, dan persoalan masing-masing, yang tidak bisa dengan mudah diseragamkan. Bukan berarti meniadakan kurikulum nasional. Kurikulum lokal disusun berdasarkan kerangka kurikulum nasional. Hal itu sejalan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 38 ayat (2), Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/ madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/ Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah. Atas dasar itulah, setiap sekolah/ kelompok sekolah dan komite sekolah wajib menyusun kurikulum, yang digunakan sebagai acuan penyelenggaraan proses pendidikan di satuan pendidikan tersebut, dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Mengingat adanya keberagaman etnis, budaya, kemampuan, dan potensi daerah selama ini belum terakomodir secara optimal dalam pengembangan kurikulum pendidikan nasional. Padahal keberagaman tersebut merupakan aset yang dapat dikembangkan menjadi nilai-nilai keunggulan nasional.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lahir dari semangat otonomi daerah, di mana urusan pendidikan tidak semuanya tanggungjawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi tanggung jawab daerah. Oleh sebab itu dilihat dari pola dan model pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum yang bersifat desentralistik.


C. Bagaimanakah Karakteristik KTSP?

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang disusun di tingkat satuan pendidikan sehingga mempunyai karakteristik yang membedakan dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Adapun karakteristik dari KTSP adalah :

1. KTSP merupakan kurikulum yang menggunakan empat desain kurikulum sekaligus yaitu :

a. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu

Desain kurikulum ini merupakan desain yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu(Anonim, 2008 : 41). Dilihat dari desainnya, KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu. Hal ni dapat dilihat dari (1) struktur program KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dan mata pelajaran yang harus dipelajari itu selain sesuai dengan nama-nama disiplin ilmu juga ditentukan jumlah jam pelajarannya; (2) kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran.

b. Desain Kurikulum Berorintasi pada Masyarakat

Asumsi yang mendasari desain kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari sekolah yaitu melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena tu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum(Anonim, 2008 : 43). KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada masyarakat. Hal itu terlihat dari :

1) Salah satu prinsip pengembangannya adalah relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan KTSP dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kebutuhan masyrakat, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

2) Acuan operasional penyusunan KTSP memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan kesetaraan gender. KTSP harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang pelestarian keragaman budaya serta harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan mendukung upaya kesetaraan gender.

c. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa

Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan siswa sebagai sumber isi kurikulum (Anonim, 2008 : 46). Hal itu tampak pada salah satu prinsip pengembangan KTSP yaitu berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. KTSP dikembangkan berdasrkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengebangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TYME, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

d. Desain Kurikulum Teknologis

Model desain kurikulum teknologi difokuskan pada efektivitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Desain instruksional menekankan pada pencapaian tujuan yang mudah diukur, aktivitas, tes, dan pengembangan bahan ajar (Anonim 2008 : 48). KTSP merupakan kurikulum teknologis, hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan menjadi indikator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagai bahan penilain.


2. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu.

Prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya pendekatan CTL yang salah satu ciri utamanya adalah ikuiri. Demikian juga secara tegas dalam struktur kurikulum terdapat komponen pengembangan diri, yakni komponen kurikulum yang menekankan kepada aspek pengembangan minat dan bakat individu peserta didik.


3. KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah.

Salah satu acuan operasional penyusunan KTSP yaitu keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. KTSP disusun dengan memperhatikan bahwa daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalman hidup sehari-hari. Oleh karena itu KTSP disusun dengan memperhatikan keragaman tersebut unruk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.


4. KTSP merupakan kurikulum yang memberikan otonomi yang luas kepada sekolah atau satuan pendidikan dalam penyusunan, pengembangan, serta pelaksanaannya.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan dan berdasarkan pada standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dilihat dari pengertian KTSP tersebut, terlihat jelas bahwa sekolah (satuan pendidikan) mempunyai otonomi yang luas baik pada penyusunan, pengembangan maupun pelaksanaannya. Hali ini diperkuat lagi dengan acuan operasional penyusunan KTSP harus memperhatikan karakteristik satuan pendidikan. KTSP harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan ciri khas satuan pendidikan.

Dengan pemberian otonomi yang luas kepada masing-masing sekolah (satuan pendidikan) dalam penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan KTSP, seyogyanya pengembangan kurikulum yang dilakukan sekolah harus mempertimbangkan SDM, sarana serta kearifan lokal yang dimiliki. Sekolah berhak me-reformulasi ulang tatanan kurikulum yang sudah ada. Namun, formulasi yang dibuat tetap harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan pemerintah, dalam hal ini adalah BSNP. Formulasi yang dibuat harus dapat menonjolkan nilai jual atau nilai lebih dari sekolah penyusunnya. Atau dengan kata lain formulasi tersebut dapat menjawab pertanyaan “Apakah yang dapat dibanggakan dari sekolah tersebut?


Rabu, 14 Januari 2009

MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF


MENULIS TEKS BERITA
DENGAN TEKNIK TAYASI



Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII/2




STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan / poster.

KOMPETENSI DASAR
Menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas.

MEDIA PEMBELAJARAN
VCD Rekaman Peristiwa
VCD Player dan Televisi atau Komputer/laptop dan LCD
Teks Berita

TEKNIK TAYASI
Yang dimaksud pembelajaran menulis teks berita dengan teknik “TAYASI” (dari tayangan hingga investigasi) adalah pembelajaran menulis teks berita yang diawali dengan penayangan rekaman peristiwa, kemudian siswa disuruh mencermati tayangan tersebut. Setelah mencermati tayangan tersebut, siswa membaca teks berita (model teks berita) yang isinya pemberitaan peristiwa yang ada dalam tayangan tersebut. Setelah membaca teks berita, siswa mengadakan diskusi untuk menemukan dan menentukan unsur-unsur berita serta bentuk susunan teks berita yang dibacanya. Setelah menemukan dan memahami unsur-unsur berita serta bentuk susunan teks berita yang dibacanya, siswa berlatih menulis teks berita tentang peristiwa yang baru saja terjadi/dialami di kelasnya . Kegiatan selanjutnya adalah siswa melakukan investigasi di luar kelas dalam bentuk wawancara dengan sumber berita dan tinjauan lokasi/obsevasi ke tempat peristiwa yang dijadikan bahan berita. Setelah melakukan investigasi siswa menulis teks berita dengan bahasa yang singkat, padat, dan jelas sesuai dengan hasil investigasinya.

ANALISIS KURIKULUM SMPN 2 KANDANGAN KAB. TEMANGGUNG

ANALISIS KURIKULUM
SMP N 2 KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG

Dalam upaya meningkatkan kuallitas pendidikan baik kualitas proses maupun kualitas hasil belajar, maka perlu disusun dokumen kurikulum sekolah yang dijadikan pedoman bagi semua civitas akademika dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga mengamanatkan agar di tiap-tiap satuan pendidikan (sekolah) menyusun kurikulum yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah yang bersangkutan.
SMP Negeri 2 Kandangan telah menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai bahan pijakan untuk melaksanakan proses pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disusun dengan melibatkan beberapa pihak terkait, yaitu kepala sekolah, guru, dan unsur masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah. Adapun bahan-bahan yang dijadikan referensi dalam penyusunan KTSP ini adalah semua masukan yang relevan dari berbagai pihak, antara lain panduan penyusunan KTSP dari BNSP, beberapa materi pelatihan dan penataran, masukan dari pengawas, instruktur, dan Dinas Pendidikan Kabupaten, serta masukan dari masyarakat. Beberapa referensi tersebut dianalisis dan diterapkan yang sesuai agar KTSP tersusun sesuai dengan harapan.
Semua yang terlibat dalam penyusunan Kurikulum SMP N 2 Kandangan sudah berusaha semaksimal mungkin agar kurikulum yang dihasilkan memenuhi harapan semua pihak. Namun, pada kenyataannya Kurikulum SMP Negeri 2 Kandangan tak lepas dari berbagai kekurangan di samping juga terdapat beberapa hal yang sudah cukup baik (kelebihan). Kekurangan dan kelebihan tersebut perlu dianalisis sebagai balikan agar KTSP ini pada tahun-tahun yang akan datang dapat tersusun lebih baik lagi. Kelebihan perlu dipertahankan dan ditingkatkan sedangkan kekurangan yang ada perlu dicari akar penyebabnya untuk diberikan solusi yang tepat. Berikut ini analisis Kurikulum SMP Negeri 2 Kandangan menurut pandangan penulis. Analisis ini terbatas pada Dokumen I yang menyangkut beberapa komponen.

1. Nama Kurikulum
Iastilah yang dipakai untuk menamai kurikulum atau judul dokumen yaitu KURIKULUM SMP NEGERI 2 KANDANGAN TAHUN 2008, bukan KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) SMP NEGERI 2 KANDANGAN TAHUN 2008 seperti yang dipakai oleh kebanyakan sekolah. Yang dimaksud Tingkat Satuan Pendidikan (TSP) adalah sekolah penyusun dan pemakai kurikulum, dalam hal ini SMP Negeri 2 Kandangan Jadi tidak digunakannya istilah KTSP sudah tepat karena kurikulum tersebut disusun dan dipakai oleh SMP Negeri 2 Kandangan sehingga nama yang dipakai langsung menggunakan nama sekolah penyusun dan pemakainya. KTSP hanyalah jenis kurikulum dan merupakan roh dari kurikulum itu sendiri.

2. Komponen Dokumen I
Komponen Dokumen I Kurikulum SMP Negeri 2 Kandangan meliputi Pendahuluan, Tujuan, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan Penutup. Hal ini sudah sesuai dengan pedoman penyusunan KTSP.

3. Bagian Pendahuluan
Bagian Pendahuluan Kurikulum SMP N 2 Kandangan berisi Identitas, Rasional dan Landasan. Hali ini kurang sesuai dengan pedoman penyusunan KTSP. Ada hal yang belum dicantumkan yaitu unsur tujuan yang berisi tujuan penyusunan KTSP. Sebenarnya secara tersirat tujuan tersebut sudah ada dalam komponen rasional. Namun, seharusnya tujuan itu dicantumkan secara eksplisit pada bagian tersendiri supaya lebih jelas dan mudah dipahami oleh pemakai kurikulum.
Selain ada hal yang kurang, ada juga bagian yang ’mubah’ yaitu unsur identitas. Pencantuman unsur identitas di sini kurang signifikan karena unsur tersebut bukan sesuatu yang harus dipedomani dalam pelaksanaan kurikulum.
Pada bagian rasional dijelaskan dasar pemikiran disusunnya KTSP dengan sangat spesifik. Dasar pemikiran yang dipakai betul-betul langsung mengarah pada sekolah yang bersangkutan, bukan dasar pemikiran yang sifatnya umum saja. Hali ini merupakan salah satu nilai lebih dari Kurikulum SMP N 2 Kandangan. Di samping itu landasan yang digunakan juga cukup kuat karena landasannya lengkap.

4. Prinsip pengembangan KTSP
Kurikulum SMP N 2 Kandangan tidak mencantumkan prinsip-prinsip pengembangan KTSP pada bagian pendahuluan. Prinsip pengembangan KTSP meliputi tujuh hal, yaitu:
a. berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya,
b. beragam dan terpadu,
c. tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni,
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan,
e. menyeluruh dan berkesinambungan,
f. belajar sepanjang hayat,
g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Tujuh prinsip pengembangan KTSP itu perlu dicantumkan agar warga sekolah, khususnya pemangku kepentingan di sekolah tersebut mengetahui dan memahaminya sehingga pengembangan KTSP dapat dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip tersebut.

5. Visi
Visi SMP N 2 Kandangan adalah Wahana Pembentuk Pribadi yang Cerdas, Terampil, Berprestasi Berdasarkan Iman dan Taqwa.
Visi ini cukup baik dengan beberapai pertimbangan, yaitu:
a. Sesuai dengan norma, nilai, dan harapan masyarakat.
b. Berorientasi ke depan dengan memperhatikan kekinian.
c. Mendorong semangat dan komitmen seluruh warga sekolah.
d. Mendorong adanya perubahan yang lebih baik.
e. Mengarahkan langkah-langkah strategis (misi) sekolah.
f. Dituangkan dalam kalimat yang sederhana sehingga semua warga sekolah mudah mengingat dan memahaminya.
g. Ditinjau dari maknanya, visi ini cukup terukur dan realistis serta mencerminkan sasaran yang ingin dicapai. Visi tersebut dapat dicapai dan diukur dengan melihat pencapaian kompetensi siswa serta perilaku siswa baik di sekolah maupun di masyarakat.

6. Misi
SMP N 2 Kandangan memiliki lima misi untuk mendukung pencapaian visi yang ada.
Misi yang ditetapkan sekolah sudah tepat karena sudah mencerminkan langkah-langkah atau tindakan yang strategis untuk mencapai visi. Adapun kelima misi yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Menyelanggarakan pendidikan yang efektif dan efisien berdasar prinsip kemandirian untuk membentuk pribadi yang cerdas .
2. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan diri untuk memberi kesempatan peserta didik mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan potensi yang dimilkinya
3. Membentuk kepribadian siswa yang bermoral agama, menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup.
4. Mengembangkan kemampuan siswa yang kreatif dan inovatif.
5. Mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan pada peserta didik

7. Tujuan Sekolah
Sepuluh Tujuan Sekolah yang tercantum dalam kurikulum sudah sesuai dengan visi dan misi sekolah. Namun, ada beberapa tujuan yang masih terlalu rendah sehingga perlu ditingkatkan.
Contoh : Empat puluh persen dari jumlah siswa memiliki keterampilan menjahit. Mestinya tidak hanya 40% tetapi lebih dari itu misalnya 60%.

8. Struktur dan Muatan Kurikulum
a. Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum sudah sesuai dengan pedoman yang ada yang meliputi 10 mapel, muatan lokal, dan pengembangan diri. SMP N 2 Kandangan menetapkan 3 Muatan Lokal yaitu Bahasa Jawa, Tata Boga, dan English Conversation. Alokasi waktu berjumlah 36 jam pelajaran setiap minggu (ditambah 2 jam pengembangan diri). Dengan demikian SMP N 2 Kandangan menambah 4 jam pelajaran, yaitu 1 jam pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika serta 2 jam untuk muatan lokal. Penambahan jam pelajaran pada Mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika sudah cukup tepat, tetapi masih ada yang perlu ditambah yaitu Mata Pelajaran IPA dan IPS mengingat dua mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran unas dan muatan materinya cukup banyak.

b. Muatan Kurikulum
1) Mata Pelajaran
Kelompok mata pelajaran sudah diperinci dengan mencantumkan kelompok dan jenis mata pelajarannya. Namun demikian tidak mencantumkan cakupan setiap kelompok mata pelajaran tersebut. Cakupan kelompok mata pelajaran itu perlu dicantumkan karena hal itu penting untuk mengetahui maksud dan tujuan setiap kelompok mata pelajaran.
Contoh: Cakupan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulai mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Untuk tiap-tiap mata pelajaran, ruang lingkup, tujuan, pembelajaran, dan penilaiannya sudah dicantumkan secara terperinci sehingga membuat Kurikulum SMP N 2 Kandangan kelihatan lebih opersional.

2) Muatan Lokal
Kurikulum SMP N 2 Kandangan sudah memprogramkan muatan lokal dengan baik. Dalam Dokumen I sudah dicantumkan tujuan, jenis, ruang lingkup, pembelajaran, dan alokasi waktu pelaksanaannya. Pada bagian pendahuluan, khusus untuk Muatan Lokal Bahasa Jawa sudah cantumkan payung hukumnya yaitu Keputusan Gubernur sebagai landasannya.

3) PengembanganDiri
Pengembangan diri sudah terprogram dengan baik. KTSP ini sudah mencantumkan tujuan, jenis, jadwal dan pedoman penilaian pengembangan diri secara pasti. Dalam Dokumen I ini, untuk program pengembangan juga sudah tersusun ruang lingkup, pembelajaran, alokasi waktu, dan pengampunya. Hal ini memberikan kesan bahwa program pengembangan diri merupakan program penting dan sejajar dengan mata pelajaran.

c. Pengaturan-pengaturan
1) Beban Belajar
Beban belajar yang ditetapkan dalam kurikulum sudah sesuai dengan ketentuan pengembangan KTSP yaitu dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Hanya saja dalam kurikulum tersebut jumlah minggu dan jumlah hari efektif dalam satu tahun belum dicantumkan secara pasti, masih dalam bentuk antara. Jumlah minggu yang dicantumkan antara 34 – 38 minggu, dan jumlah hari antara 1224 – 1368. Harusnya sudah dipastikan sekian minggu dan sekian hari dalam satu tahun pelajaran.

2) Ketuntasan Belajar
KKM telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan, yaitu ditetapkan sebelum tahun pelajaran dimulai, ditetapkan oleh masing-masing guru mata pelajaran dengan mempertimbangkan aspek-aspek penentuan KKM. Angka KKM sudah lengkap tiap mata pelajaran pada tiap semesternya.

3) Kriteria Kenaikan Kelas dan Kriteria Kelulusan
Penetapan kriteria kenaikan kelas maupun kriteria kelulusan sudah sesuai dengan pedoman pengembangan KTSP.
Kriteria kanaikan kelas dan kelulusan SMP N 2 Kandangan selain berpedoman pada kriteria nasional juga menetapkan kriteria tambahan, yaitu berkenaan dengan tingkat kehadiran siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. SMP N 2 Kandangan menetapkan siswa yang naik atau lulus harus mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah minimal 80 % dari hari belajar efektif.
Angka 80% sebenarnya masih bisa dinaikkan supaya tingkat kehadiran siswa lebih tinggi.

4) Pendidikan Kacakapan Hidup/Life Skills
Pendidikan Kecakapan Hidup/Life Skills sudah diprogramkan, tetapi baru menetapkan jenisnya saja, sedangkan tujuan, jadwal, dan siapa pengampunya belum dicantumkan.
Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan di SMP Negeri 2 Kandangan adalah Pendidikan Keterampilan Menjahit yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

6) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
SMP N 2 Kandangan belum mencantumkan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global. Hal ini menjadi catatan tersendiri karena tampaknya SMP N 2 Kandangan masih kesulitan menemukan jenis pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global yang tepat.

9. Kalender PendidikanKalender pendidikan sudah dicantumkan dan sudah sesuai dengan pedoman penyusunan dan pengembangan KTSP. Kalender pendidikan SMP N 2 Kandangan sudah memuat jumlah minggu dan hari efektif tiap bulannya, juga waktu-waktu untuk k

COOPERATIF LEARNING: SUATU PENDEKATAN PEMBELAJARAN DALAM MENGHADAPI TRANSFORMASI SOSIAL



A. DASAR PEMIKIRAN

Globalisasi telah membawa perubahan yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia abab ke-21. Globalisasi menuntut adanya perubahan di dalam pribadi manusia itu sendiri bagaimana dia memandang dunia ini, kehidupan yang berubah. Globalisasi meminta organisasi, lembaga-lembaga masyarakat, organisasi masyarakat termasuk negara meninjau kembali paradigma-paradigmanya. Demikian pula globalisasi telah memacu ilmu pengetahuan dan teknologi secara timbal balik. Semua ini berarti ilmu pengetahuan termasuk ilmu pendidikan atau pedagogik perlu meninjau kembali paradigma-paradigma yang mendasarinya ( Tilaar, 2008:275)
Pedagogik sebagai suatu bidang ilmu pendidikan tentunya tidak dapat menutup mata terhadap perubahan global yang terjadi. Oleh karena pendidikan merupakan aspek kebudayaan dan kebudayaan mengalami perubahan di era globalisasi maka proses pendidikan juga tidak luput dari perubahan. Bahkan pendidikan yang berkenaan dengan pembinaan pribadi manusia itu seharusnya berfungsi sebagai agen perubahan.
Kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang erat oleh pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan, khususnya guru di negeri ini.
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang terbebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.
Dalam mengahadapi perubahan kehidupan perlu ada perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, arus proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa juga bisa saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Bahkan banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem ”pembelajaran gotong royong” atau cooperativ learning. Dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator ( Lie, 2008:11-12)
Lie (2008:12) juga menjelaskan bahwa ada beberapa alasan penting mengapa sistem pembelajaran cooperatif learning perlu sering digunakan di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografi yang mengharuskan sekolah lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.
Karena pengaruh modernisasi, struktur keluarga banyak berubah dalam dekade akhir-akhir ini. Semakin banyak anak yang dibesarkan dalam keluarga tanpa kehadiran penuh kedua orang tua. Tingkat mobilitas dan isolasi keluarga makin meningkat dengan semakin bertambahnya kaum ibu yang berkarier. Anak lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi. Pada saat mata terpaku pada layar tv, hilanglah kesempatan untuk mengembangkan interaksi sosial dan keterampilan berkomunikasi. Di tengah-tengah transformasi sosial, sekolah seharusnya merasa terpanggil untuk memperhatikan juga perkembangan moral dan sosial anak didik di samping perekembangan kognitifnya. Siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan sesama.
Pada kebanyakan pekerjaan, kepandaian atau kemampuan individu bukanlah yang terpenting. Kemampuan untuk bekerja sama dalam tim lebih dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan keberhasilan suatu usaha. Sebagai pendidik yang bertanggung jawab, guru perlu memperhatikan nilai-nilai sosial yang harus dimiliki siswa tidak sekadar nilai-nilai tes dan ujian saja. Guru harus merasa terpanggil untuk mempersiapkan anak didiknya agar bisa berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial.
Sebagai bagian masyarakat, sekolah juga merupakan tempat pertemuan anak dari berbagai suku dan ras. Tanpa penanganan yang bijaksana, siswa-siswa bisa terjatuh dalam ketegangan antarsuku dan sikap-sikap rasialis. Jika siswa tidak diajari untuk berinteraksi dengan teman sekelas dalam suasana yang cooperatif kemungkinan besar siswa tersebut akan gagal untuk memandang siswa yang berbeda ras/suku sebagai seorang individu dengan segala nuansa kemanusiaanya. Yang dia lihat tidak akan lebih dari stereotip-stereotip yang sangat mungkin menjurus pada sikap-sikap prejudice dan rasialis (Lie, 2008:14).
Seperti kata pakar pendidikan, John Dewey, sekolah adalah miniatur masyarakat, sudah selayaknyalah anak didik belajar mengenai tata cara bermasyarakat dalam konteks-konteks yang sesungguhnya semasa di sekolah. Metode pembelajaran cooperatif learning telah dibuktikan sangat efektif dalam meningkatkan hubungan antarras di Amerika. Sebelum pendekatan ini dipakai, ada jarak yang dalam antara siswa-siswa Amerika keturunan Anglo dengan siswa-siswa keturunan Afrika dan Hispanik. Walaupun sering kali tidak kentara, sikap saling mencurigai dan membenci merupakan sikap yang umum di antara masyarakat Amerika Serikat. Beberapa tahun setelah metode pembelajaran cooperatif learning dipakai di beberapa sekolah, siswa-siswa yang berlainan ras mulai lebih bisa saling mengerti dan menerima(Lie, 2008:15)
Kita sedang mengalami krisis dalam dunia pendidikan. Transformasi yang cepat dan dasyat merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika kita tidak mengubah praktik-praktik pembelajaran dan pendidikan yang sudah usang, kita akan bergerak menuju keruntuhan, bukan saja di dunia pendidikan, melainkan juga dalam kehidupan bermasyarakat. Jika kita tidak mengubah kebiasaan-kebiasaan kontra-edukatif, kita malah akan menjerumuskan anak didik dalam ketidakberdayaan menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Seiring dengan fungsi tradisional sekolah untuk membekali anak didik dengan keterampilan-keterampilan dasar dan muatan-muatan informasi, sekolah juga harus membina anak didik agar mempunyai kemampuan untuk berpikir kritis dan kreatif, berkomunikasi, dan berkehidupan sosial.

B. DAFTAR BACAAN


Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ismail. 2003. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Direktorat PLP Depdiknas.

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press Unesa.

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widisarana Indonesia.

Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra . Penerbit SIC

Tilaar, H.A.R. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Zamzani dan Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Pedagogik Transformatif. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Yogyakarta.