Senin, 19 Oktober 2009

RPP Berbasis Quantum Teaching

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)



Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII/2
Standar Kompetensi : 12. Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan / poster.
Kopetensi Dasar : 12.2 Menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas.
Indikator : (1) Mampu mendata hal-hal penting dari sumber berita
(2) Mampu merangkai hal-hal penting dari sumber berita menjadi kalimat pokok berita yang singkat dan jelas;
(3) Mampu menulis teks berita dengan bahasa yang
singkat, padat, dan jelas.
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)


1. TUJUAN PEMBELAJARAN
Siswa dapat menulis teks berita secara singkat, padat dan jelas.

2. MATERI PEMBELAJARAN
Penulisan teks berita :
a. Teks berita.
Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat ; kabar; laporan; pemberitahuan; pengumuman. Ada yang mengartikan bahwa berita adalah kabar, warta yang dikirimkan dari suatu tempat ke tempat lain atau laporan peristiwa yang dituliskan di surat-surat kabar. Sedangkan teks berita adalah teks atau naskah atau tulisan yang berisi berita.

b. Unsur-unsur berita
Unsur-unsur berita meliputi 5W+1H yaitu
1. What : peristiwa apa yang terjadi,
2. Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa itu,
3. Where : di mana peristiwa itu terjadi,
4. When : kapan peristiwa itu terjadi,
5. Why : mengapa peristiwa itu terjadi, dan
6. How : bagaimana peristiwa itu terjadi

c. Cara penulisan teks berita
Penulisan berita harus memenuhi syarat yaitu :
(1) berita yang ditulis harus berisi fakta nyata,
(2) obyektif, berita yang ditulis harus sesuai dengan keadaan sebenarnya,
(3) berimbang, yakni berlandaskan pada kebenaran ilmu atau kebenaran berita itu sendiri tanpa mengabdi pada sumber berita,
(4) akurat, tepat dan jelas sasarannya,
(5) berita yang ditulis hendaknya lengkap/komplit.
Komposisi/sistematika sebuah berita terdiri atas
(1) judul berita/headline news,
(2) baris tanggal/dateline,
(3) teras berita/lead news.
Sedangkan bentuk susunan berita tergantung dari masalah atau permasalahan yang ditulis. Apakah itu penulisan berita langsung, penulisan berita yang menonjolkan nilai waktu, berita perjalanan, berita sejarah, biografi, dan sebagainya.
Ada tiga bentuk susunan berita yaitu:
(1) bentuk piramid terbalik yakni bentuk penulisan yang memprioritaskan informasi yang paling penting di bagian depan/awal dan seterusnya ke hal yang kurang penting, dan ini adalah bentuk yang paling banyak digunakan;
(2) bentuk paralel yakni bentuk penulisan berita di mana bagian awal, tengah, dan akhir memiliki bobot yang sama;
(3) bentuk kronologis yakni bentuk penulisan berita yang memaparkan informasi secara berurutan menurut proses waktu atau proses peristiwanya .

3. METODE PEMBELAJARAN
a. Pemodelan
b. Tanya jawab
c. Diskusi
d. Observasi
d. Inkuiri
e. Quantum Teaching

4. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pertemuan Pertama
a. Kegiatan awal
1) Guru menenyakan keadaan siswa, kemudian mengajak siswa bernyanyi lagu
2) Guru melakukan apersepsi yakni mengaitkan pembelajaran membaca berita yang telah dilaksanakan sebelumnya berita dengan pembelajaran menulis berita yang akan dilaksananakan disertai dengan penyampaian tujuan pembelajaran .
3) Siswa bertanya jawab dengan guru tentang berita dan penulisan berita. Di sini guru meyakinkan siswa akan prospek positif profesi penulis berita (wartawan) dengan memberi contoh-contoh wartawan sukses di Indonesia Tumbuhkan minat dengan menunjukkan “Apakah Manfaatnya BAgiKu (AMBAK)
4) Setelah terbentuk penguatan pada siswa, guru menyampaikan dan mendiskusikan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu menulis berita.



b. Kegiatan inti
1) Guru menayangkan peristiwa lewat LCD dan membagikan teks yang isinya berupa berita tentang peristiwa yang ada dalam tanyangan tersebut ; Ciptakan/datangkan pengalaman umum yang dapat dimengeti semua siswa (Alami)
2) Siswa mencermati rekaman peristiwa yang ditayangkan guru kemudian membaca teks beritanya;
3) Guru membentuk kelompok siswa dengan cara siswa diajak menyebutkan nama-nama harian/surat kabar yang dikenalnya.
4) Setelah masing-masing siswa menyebutkan nama-nama harian, guru menetapkan enam nama harian yang tekenal sebagai nama kelompok, misalnya (1) KOMPAS, (2) JAWA POS, (3) REPUBLIKA, (4) KEDAULATAN RAKYAT, (5) SUARA MERDEKA, dan (6) BERNAS.
5) Siswa diminta berhitung 1 (satu) sampai 6 (enam) urut dari depan sampai belakang/semua siswa berhitung, tiap-tiap siswa menyebut satu bilangan saja dan setelah sampai hitungan ke enam kembali ke satu lagi .
6) Guru menetapkan bagi siswa yang menyebut hitungan satu berarti masuk kelompok KOMPAS, menyebut dua masuk kelompok JAWA POS dan seterusnya.
7) Setelah terbentuk kelompok, secara berkelompok siswa berdiskusi untuk menemukan dan menentukan unsur-unsur berita ( 5 W + 1 H) sistematika dalam teks berita yang dibacanya; Namai unsur berita dengan 5 W + 1 H sebagai kata kunci
8) Guru memberikan bimbingan seperlunya kepada siswa yang merasa kesulitan untuk menemukan dan menentukan unsur-unsur berita;
9) Siswa mempresentasiakan hasil diskusinya melalui wakil kelompoknya, kelompok yang lain menanggapinya.
10) Kelompok yang berhasil mempresentasikan hasil diskusinya dengan benar mendapat hadiah berupa pujian.
11) Setelah presentasi selesai, hasil diskusi kelompok ditempel di papan tempel yang telah disediakan di kelas.
12) Siswa dan guru menyepakati dan menyimpulkan unsur-unsur berita dan sistematika teks berita yang baru didiskusikan.
13) Masih dalam kelompok yang sama, secara berkelompok siswa berlatih menulis teks berita tentang peristiwa yang baru terjadi di kelasnya . Demonstrasikan penulisan berita oleh siswa untuk memberi kesempatan pada siswa bahwa siswa tahu dan mampu berbuat.
14) Guru memberikan bimbingan seperlunya kepada kelompok yang merasa kesulitan untuk menulis teks berita;
15) Siswa mempresentasiakan hasil diskusinya melalui wakil kelompoknya, kelompok yang lain menanggapinya. Siswa berkesempatan lagi menunjukkan bahwa siswa tahu melalui kegiatan presentasi (Ulangi)
16) Kelompok yang berhasil menulis berita sesuai dengan ketentuan penulisan berita yang baik mendapat hadiah berupa predikat calon wartawan cilik terbaik. Rayakan keberhasilan siswa untuk memberi pengakuan terhadap keberhasilan siswa memperoleh kompetensi.
17) Setelah presentasi selesai, hasil diskusi kelompok ditempel di papan tempel yang telah disediakan di kelas.
18) Guru memberikan penguatan dan kesimpulan tentang cara menulis teks berita yang baik.

c. Kegiatan Akhir
1) Siswa dan guru mengadakan refleksi terhadap proses pembelajaran (TANDUR) yang telah dilaksanakan dan hasil yang telah dicapai.
2) Guru memberikan kegiatan kesenangan rumah berupa menulis berita tentang peristiwa yang dialami/diketahui oleh siswa di lingkungan tempat tinggalnya.

Pertemuan Kedua
a. Kegiatan awal
1) Guru menenyakan keadaan siswa, kemudian mengajak siswa bertepuk tangan tanda siap melaksanakan pembelajaran.
2) Guru melakukan apersepsi dengan cara meminta salah satu siswa membacakan hasil kegiatan kesenangan rumah dan mengajak siswa yang lain untuk memperhatikan dan memberikan tanggapan.
3) Guru memberikan pujian terhadap siswa yang telah membacakan tugasnya dan kepada siswa yang telah menanggapinya.
4) Siswa dan guru menyepakati kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

b. Kegiatan inti
1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan cara seperti pada kegiatan pertemuan petama, hanya saja urutan siswa berhitungnya dimulai dari barisan yang paling belakang agar terbentuk kelompok dengan susunan anggota yang berbeda sehingga terjadi variasi anggota kelompok.
2) Tiap-tiap kelompok mendapat tugas melakukan investigasi (penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta/wawancara, melakukan peninjauan/observasi, dsb, dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang peristiwa/kejadian, dsb) ke tempat-tempat yang telah disepakati oleh siswa dan guru yakni kantin sekolah, lapangan olah raga, jalan raya dekat sekolah, toko/warung dekat sekolah,
3) Siswa mencatat data-data yang diperoleh selama investigasi sebagai bahan penulisan berita.
4) Secara berkelompok, siswa menulis teks berita berdasarkan hasil investigasi.
5) Guru memberikan bimbingan seperlunya kepada kelompok yang merasa kesulitan untuk menulis teks berita.
6) Siswa dan guru menyepakati ketentuan penulisan teks berita yang baik.
7) Siswa mempresentasiakan hasil diskusinya melalui wakil kelompoknya, kelompok yang lain menanggapinya.
8) Siswa memajang teks berita dari masing-masing kelompok dipapan pajang kelas.
9) Siswa dan guru mencermatii teks berita yang dipajang dan memberi nilai pada teks tersebut.
10) Siswa dan guru memilih tiga tulisan terbaik berdasarkan kriteria/ketentuan penulisan berita yang baik yang telah disepakati bersama.
11) Kelompok yang memperoleh nilai terbaik diberi hadiah dengan mendapat predikat wartawan cilik terbaik.
12) Guru memberilkan penguatan terhadap proses pembelajaran yang telah dilaaksanakan.

c. Kegiatan Akhir
Siswa bersama guru mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

5. SUMBER BELAJAR
a. Rekaman peristiwa dalam bentuk VCD
b. Teks berita
c. Teman/ Nara Sumber
d. Lingkungan
e. Buku Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII, penulis Nurhadi dkk

6. PENILAIAN
a. Teknik : Tes Unjuk Kerja Tertulis
Portofolio
b. Bentuk instrumen : Uji Petik Produk
Dokumen Teks Berita
c. Soal/Instrumen : ..
Lakukan investigasi di sekitar lingkungan sekolah kemudian tulislah berita tentang peristiwa yang terjadi secara singkat, padat, dan jelas!

Rubrik Penilaian Penulisan Teks Berita:
No Aspek Deskriptor Skor Skor Max
1 Kelengkapan isi • Isi berita lengkap ( 5 W + 1 H )
• Isi berita mendekati lengkap ( 4 unsur )
• Isi berita tidak lengkap ( kurang dari 4 ) 3
2
1 3
2 Kesesuaian isi • Semua tulisan sesuai dengan data
• Sebagian kecil data tidak sesuai
dengan tulisan
• Sebagian besar data tidak sesuai
dengan tulisan 3
2

1 3
3. Sistematika • Urutan sesuai
• Urutan tidak sesuai 1
0 1
4 Penggunaan ejaan dan tanda baca • Tidak ada kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca.
• Terdapat sedikit kesalahan penggunaan tansa baca dan ejaan
• Sebagian besar tulisan dan ejaan dan
tanda baca salah
• Penggunaan ejaan dan tanda baca
salah 3

2

1

0 3

Skor Maksimal = 10

Penghitugan nilai akhir dalam skala 0 s.d. 100 adalah sebagai berikut:
Skor Perolehan
Nilai Akhir = ------------------------- x Skor Ideal (100)
Skor Maksimal

Mengetahui ………….., Desember 2008
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran


……………………… HERMANTO, S.Pd.
NIP NIM 0820128900

Senin, 24 Agustus 2009

MAKALAH PENDIDIKAN

PEMBERDAYAAN DIRI DALAM UPAYA
MENGANGKAT CITRA GURU
Oleh : Hermanto


I.PENDAHULUAN
Agaknya semua orang sepakat bahwa the children of today are the leaders of tomorrow, dan salah satu cara terbaik untuk mewujudkannya adalah melalui pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, guru merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti kegiatan pendidikan di sekolah adalah belajar mengajar yang memerlukan peran guru di dalamnya.
Memang harus diakui maraknya arus informasi dewasa ini, guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi. Meskipun demikian perannya dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis dan edukatif terhadap anak didik.
Slogan pahlawan tanpa tanda jasa senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdian guru yang begitu tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu, sikap kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan profesi yang satu ini berbeda dengan yang lain. Lantaran tanggung jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan juga pada keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak langsung . Hal ini membuat citra seorang guru di mata masyarakat selalu berada di tempat yang lebih baik dan mulia.
Dewasa ini citra guru semakin hangat diperbincangkan. Masyarakat sering mengeluh dan menuding guru tidak mampu mengajar manakala putra-putrinya memperoleh nilai rendah, rangkingnya merosot, atau NEM-nya anjlok. Akhirnya sebagian orang tua mengikutsertakan putra-putrinya untuk kursus, privat atau bimbingan belajar. Pihak dunia kerja ikut memprotes guru karena kualitas lulusan yang diterimanya tidak sesuai keinginan dunia kerja. Belum lagi mengenai kenakalan dan dekadensi moral para pelajar yang belakangan semakin marak saja. Hal itu sering dipersepsikan bahwa guru gagal dalam mendidik anak bangsa. Itulah yang membuat citra guru jadi menurun.
II.PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian pada pendahuluan di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu “Bagaimanakah pemberdayaan diri (guru) dalam upaya mengangkat citra guru?”
III.PEMBAHASAN
Sudjana dalam Mustafa (2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut: (1) adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan; (2) kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu, perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya (http://rasto.wordpress.com/ 31 Januari 2008).
Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru, penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran yang masih berada di bawah standar, sebagai penyebab rendahnya mutu guru yang bermuara pada rendahnya citra guru. Secara rinci, dari aspek guru, rendahnya mutu guru menurut Sudarminta dalam Mujiran (2005) antara lain tampak dari gejala-gejala berikut: (1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; (2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan lapangan yang diajarkan; (3) kurang efektifnya cara pengajaran; (4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; (4) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; (6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; (7) relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas (http://rasto.wordpress.com/ 31 Januari 2008).
Uraian di atas memberikan penekanan bahwa profesionalisme merupakan salah satu garansi bagi peningkatan citra guru. Hal ini sejalan dengan pesan penting yang muncul dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi diharapkan dapat memacu tumbuhnya kesadaran terhadap mutu dan gilirannya akan meningkatkan citra guru di tengah masyarakat. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 (1) bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Dan selanjutnya ditegaskan dalam pasal 8 bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani. Kompetensi guru yang dimaksud dalam pasal 8 tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.

A.Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian yaitu bahwa guru hendaknya memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlaq mulia. Di dalamnya juga diharapkan tumbuhnya kemandirian guru dalam menjalankan tugas serta senantiasa terbiasa membangun etos kerja. Hingga semua sifat ini memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan guru dalam kesehariannya.
Kompetensi pribadi seorang guru meliputi; memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, memiliki pengetahuan budaya dan tradisi, memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi, memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, memiliki pengetahuan tentang estetika, memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, dan setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Dalam pengertian sederhana kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari yang lain.
Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memilki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan .

B.Kompetensi Profesional
Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.

C.Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

1.Merencanakan program belajar mengajar
Proses belajar mengajar perlu direncanakan agar dalam pelaksanaannya pembelajaran berlangsung dengan baik dan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Setiap perencanan selalu berkenaan dengan pemikiran tentang apa yang akan dilakukan. Perencanaan program belajar mengajar memperkirakan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan pada waktu melaksanakan pembelajaran.
Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
Isi perencanaan mengatur dan menetapkan unsur-unsur pembelajaran, seperti tujuan, bahan atau isi, metode, alat dan sumber, serta penilaian. Program belajar mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terperinci dijelaskan kemana siswa itu akan dibawa (tujuan), apa yang harus dipelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana siswa mempelajarinya (metode dan teknik), dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya (penilaian).
Unsur-unsur utama yang harus ada dalam perencanaan pengajaran, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, berupa bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan untuk dimiliki siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar, (2) bahan pelajaran atau isi pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan, (3) metode dan teknik yang digunakan, yaitu bagaimana proses belajar mengajar yang akan diciptakan guru agar siswa mencapai tujuan, dan (4) penilaian, yakni bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui tujuan tercapai atau tidak.
Kegiatan merencanakan program belajar mengajar menurut pola Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI) meliputi: (1) merumuskan tujuan intruksional, (2) menguraikan deskripsi satuan bahasan, (3) merancang kegiatan belajar mengajar, (4) memilih berbagai media dan sumber belajar, dan (5) menyusun instrumen untuk nilai penguasaan tujuan.
Kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
Berdasarkan uraian diatas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.

2.Melaksanakan proses belajar mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.
Yutmini mengemukakan bahwa: persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.
Hal serupa dikemukakan oleh Harahap, yang menyatakan bahwa: Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.

3.Melaksanakan penilaian proses belajar mengajar
Menurut Sutisna (1985), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.

D.Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial guru meliputi; kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat, bergaul dan melayani masyarakat dengan baik, mendorong dan menunjang kreativitas masyarakat, menjaga emosi dan perilaku yang kurang baik, dan menempatkan diri sesuai dengan tugas dan fungsinya baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Kemampuan guru dalam bersosialisasi, juga termasuk dalam kerangka karakter kompetensi sosial. Guru hendaknya mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, kolega, dan masyarakat. Melalui kompetensi sosial diharapkan guru dapat meraih simpati, empati, dan keterlibatan masyarakat untuk mendukung dan memajukan pendidikan di wilayah tempatnya mengajar.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan, guru merupakan unsur strategis sebagai anggota, agen, dan pendidik masyarakat. Sebagai anggota masyarakat guru berperan sebagai teladan bagi bagi masyarakat di sekitarnya baik kehidupan pribadinya maupun kehidupan keluarganya. Sebagai agen masyarakat, guru berperan sebagai mediator (penengah) antara masyarakat dengan dunia pendidikan khususnya di sekolah. Dalam kaitan ini, guru akan membawa dan mengembangkan berbagai upaya pendidikan di sekolah ke dalam kehidupan di masyarakat, dan juga membawa kehidupan di masyarakat ke sekolah. Selanjutnya sebagai pendidik masyarakat, bersama unsur masyarakat lainnya guru berperan mengembangkan berbagai upaya pendidikan yang dapat menunjang pencapaian hasil pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan uraian di atas, profesioanalitas guru merupakan suatu keharusan agar citra guru menjadi baik. Penguasaan kompetensi guru merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalitas guru, yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya citra guru. Penguasaan kompetensi tersebut bisa diperoleh melalui tukar kawruh dengan teman sejawat, pemberdayaan diri dalam forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) atau mengikuti pendidikan profesi.


IV.PENUTUP
Posisi guru sebagai salah satu profesi memang harus diakui dalam kehidupan masyarakat. Guru harus diakui sebagai profesi yang sejajar dengan profesi-profesi lainnya, seperti dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer, dan arsitektur.
Sebagai profesi, guru harus memiliki kompetensi standar agar citra guru tetap terjaga. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Di samping itu, dalam bersikap dan berperilaku, guru harus selalu berpedoman pada Kode Etik Guru Indonesia.


DAFTAR BACAAN

Depdiknas. 2008. Kode Etik Guru Indonesia dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Jakarta: Direktorat PMPTK.
Harahap, Baharuddin. 1983. Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah. Bandung : Angkasa
Joni, T. Raka. 1984. Pedoman Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.
Tilaar, H.A.R. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Persektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta : Kompas.
Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Yutmini, Sri. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: FKIP UNS.
Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisai Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta : Bumi Aksara.
http://rasto.wordpress.com

Kamis, 23 April 2009

PUISIKU

TUHAN

Engkau di sana
di lubuk hati yang paling dalam
Engkau sangat dekat
walau kadang terlupakan

aku rindu
pada-Mu untuk menyatu
aku cinta
karena Engkau wajib dicinta

setetes embun kuharap dari-Mu
penyejuk kalbu pengobat rindu

dari-Mu aku pinta
semunar sinar terpancar
penerang terang hati nan gusar
pengobat raga jiwa yang liar

ya Allah,
Engkau segala tempat aku memohon



Oktober 2008


HALA BI HALAL

harta boleh sirna
uang boleh hilang
jabatan boleh ditahan

harapan kadang putus di jalan
impian sering tidak jadi kenyataan

tapi,
hati tak boleh mati
harus suci tuk sambung silaturahmi
di hari yang fitri

hati harus ikhlas
untuk minta dan beri maaf
pada insan yang bernapas

kita berlebaran
agar lembaran hidup menjadi lebar

noda dan dosa kita haturkan
untuk mendapat ampunan
dari-Nya Tuhan


Oktober 2008

SERTIFIKASI

jauh
terlalu jauh kan kutempuh
hingga mungkin kakiku luruh

kucoba melangkah
walau berat kakiku ini
kuajak berjalan juga berlari

langkah pelan tapi pasti
di awal kuberjalan
hingga kemudian
sesekali berlari

halangan, rintangan dan cobaan
itu bukan persoaalan
walau tidak bisa kuabaikan

ya...
ia pasti harus kudapat
walau berat aku kuat
melawan setan yang penuh pikat
untuk dapat sertifikat


Oktober 2008

Sabtu, 11 April 2009

PENINGKATKAN PERANAN PENDIDIKAN SENI DALAM RANGKA MENINGKATKAN KOMPETENSI SISWA

I. Pendahuluan
Dalam menghadapi era globalisasi industri dan perdagangan bebas yang akan datang, berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia berbenah diri mempersiapkan sumber daya manusianya. Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menjadi perhatian utama dalam upaya pengembangan dan penguasaannya di masa datang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah secara nasional serta memberikan keleluasaan kepada daerah-daerah untuk menerapkannya sesuai dengan kondisi daerah setempat, yaitu dengan memanfaatkan kurikulum muatan lokal.
Indonesia adalah salah satu negara agraris di dunia. Kondisi geografisnya yang terdiri dari dataran tinggi (pegunungan) dan dataran rendah (pesisir) menghasilkan pemandangan yang sangat menakjubkan yang apabila diolah secara profesional dapat menjadi objek wisata yang indah. Data-data tersebut di atas memberikan panduan kepada kita dalam pembentukan kurikulum muatan lokal berikut arah dan sasaran pendidikan yang akan dicapai.
Secara nasional, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi prioritas utama dalam kurikulum, sehingga mata pelajaran Matematika dan IPA mendapat perhatian dan porsi yang khusus dalam kurikulum dengan meminggirkan beberapa mata pelajaran lain yang dianggap kurang bermanfaat bagi perkembangan zaman. Salah satu mata pelajaran yang terpinggirkan tersebut adalah pendidikan seni khususnya seni budaya daerah.
Di dalam pertemuan-pertemuan ilmiah dan makalah-makalah para pakar, selalu disebutkan secara berangkai kata-kata ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Tetapi mengapa yang menjadi prioritas pembangunan pendidikan hanya pada ilmu pengetahuan dan teknologi saja ? Dari mana unsur seni akan diterima oleh peserta didik ?
Sebenarnya peran pendidikan seni bagi seorang peserta didik adalah sangat penting. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu diiringi dengan jiwa yang memiliki nilai-nilai seni sehingga karya cipta yang dihasilkan memiliki nilai-nilai estetis. Bahkan beberapa ahli pernah mengemukakan bahwa tanpa seni, ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi hampa.

II. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada pendahuluan di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu “Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peranan Pendidikan Seni dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa?”

III. Pembahasan
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka sudah sepantasnyalah pendidikan dasar dan menengah dapat mempersiapkan manusia Indonesia yang kompetitif untuk menghadapi era globalisasi dan era perdagangan bebas dunia. Pariwisata, seni dan budaya yang dikatakan mampu memberikan kontribusi kepada daerah dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD) haruslah ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari putra-putra daerah ini. Oleh karena itu, untuk dapat lebih terarah dan mempersempit masalah, disini penulis tertarik untuk membahas kurikulum muatan lokal yang meminggirkan dan menutup mata terhadap pendidikan seni dan budaya daerah.
Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pendidikan seni mendapatkan porsi yang lebih dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Selain ada mata pelajaran Seni Budaya yang sifatnya umum, penempatan pendidikan seni budaya daerah sebagai mata pelajaran muatan lokal adalah terobosan yang amat baik guna menunjang program pembangunan dan pendidikan daerah.
Berdasarkan pantauan penulis, banyak peserta didik yang menambah dan menimba ilmu pengetahuan di bidang seni di luar sekolah, seperti : sanggar-sanggar tari, sanggar-sanggar musik, bina vokalia, rental band dan sebagainya. Hal ini sebenarnya sudah cukup bagi semua pihak untuk melihat sebuah fakta peserta didik telah menganggap bahwa pendidikan dan pengembangan nilai-nilai seni yang diperolehnya di sekolah sudah tidak memadai untuk pengembangan kemampuan dirinya di bidang seni dan menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai seni yang ada di dalam dirinya.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis memberikan saran kepada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia untuk dapat memberikan porsi yang lebih kepada mata pelajaran seni khususnya seni daerah masuk dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal, karena sekolah memiliki wewenang untuk itu. Dan diharapkan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan memberikan dukungan positif bukan memberikan respon tidak menentu sambil menunggu tanggapan atasan seperti yang sering terjadi selama ini.
Kendala kekurangan sumber daya manusia dalam hal ini guru (tenaga pengajar) sudah tidak dapat dijadikan alasan, karena saat ini sangat banyak lulusan Jurusan Pendidikan Sendratasik dan STSI yang tersebar hampir di seluruh Indonesia yang memiliki ilmu dan skill yang memadai untuk itu. Sekarang hanya tinggal kemauan dari pihak sekolah untuk menyelenggarakannya.
Dampak positif dari penyelenggaraan mata pelajaran pendidikan seni budaya daerah sebagai mata pelajaran muatan lokal sangat banyak yaitu :
1. Dengan menempatkan mata pelajaran ini sebagai mata pelajaran muatan lokal, maka pemanfaatan sekolah sebagai media pengembangan jiwa seni peserta didik menjadi lebih optimal.
2. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan instansi terkait dapat memasukkan program-program daerah (bidang pariwisata, seni dan budaya) sebagai materi pelajaran, seperti : kesenian tradisional, objek-objek wisata budaya dan wisata alam dan sebagainya.
3. Dengan penekanan dalam hal praktek diharapkan setiap sekolah memiliki kelompok-kelompok seni yang siap terjun di berbagai even yang diadakan, baik oleh sekolah itu sendiri maupun even antar sekolah dan umum. Kelompok-kelompok tersebut, seperti : tim paduan suara, tim tari, tim band sekolah, tim drama dan teater tradisional sekolah (randai), tim musik tradisi, tim drum band, dan lain-lain.
4. Memberikan peluang kerja bagi para calon tenaga pengajar (guru) bidang seni yang berpotensi.
Tanpa semua itu, jangan berharap dan berbangga akan menghasilkan dan memiliki peserta didik yang memiliki kemampuan seni yang handal. Akan sangat ironis apabila suatu sekolah membangga-banggakan bahwa siswanya menjadi juara pada salah satu lomba seni, tetapi siswa tersebut bisa jadi juara bukan karena di bina di sekolah itu melainkan oleh sanggar seni yang diikutinya.
Untuk menghindari semua itu, maka pembinaan sejak dini di sekolah sudah seharusnya dilakukan. Walaupun tidak mempersiapkan peserta didik menjadi seseorang yang handal dalam bidang seni, minimal sekolah dapat memberikan landasan berpijak yang memadai kepada peserta didik apabila di kemudian hari bidang tersebut ditekuni sebagai jalan hidupnya.

IV. Penutup
Dalam menghadapi era globalisasi industri dan perdagangan bebas yang akan datang, berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia berbenah diri mempersiapkan sumber daya manusianya. Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menjadi perhatian utama dalam upaya pengembangan dan penguasaannya di masa datang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah secara Nasional serta memberikan keleluasaan kepada daerah-daerah untuk menerapkannya sesuai dengan kondisi daerah setempat, yaitu dengan memanfaatkan kurikulum muatan lokal.
Pariwisata, seni dan budaya yang dikatakan mampu memberikan kontribusi kepada daerah dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD) haruslah ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari putra-putra daerah ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pendidikan seni mendapatkan porsi yang lebih dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Penempatan pendidikan seni budaya daerah sebagai mata pelajaran muatan lokal adalah terobosan yang amat baik guna menunjang program pembangunan dan pendidikan daerah.

Jumat, 06 Februari 2009

RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)


Sekolah :SMP
Mata Pelajaran:Bahasa Indonesia
Kelas/Semester:VIII/2
Standar Kompetensi: 10. Mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui
kegiatan diskusi dan protokoler.
Kopetensi Dasar : 10.1 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan.
Indikator : (1)Mampu menjelaskan etika dalam diskusi;
(2)Mampu menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti dan alasan.
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 x pertemuan)


A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.Siswa dapat menjelaskan etika dalam diskusi dengan benar.
2.Siswa dapat menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam
diskusi disertai dengan bukti atau alasan yang tepat.


B. MATERI PEMBELAJARAN
Penyampaian persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
1.Etika berdiskusi
2.Cara menyampaikan persetujuan
3.Cara menyampaikan sanggahan
4.Cara menyampaikan penolakan pendapat


C. METODE PEMBELAJAN
1.Tanya Jawab
2.Pemodelan
3.Demonstrasi
4.Diskusi
5.Penugasan


D. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Kegiatan Awal
a.Siswa dan guru bertanya jawab tentang diskusi
b.Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Inti
a.Siswa dan guru bertanya jawab tentang etika dalam berdiskusi.
b.Guru menayangkan rekaman sebuah diskusi (yang di dalamnya terdapat
penyampaian persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat) sebagai model
untuk dicermati siswa.
c.Siswa mencermati tayangan rekaman diskusi.
d.Siswa dan guru bertanya jawab tentang cara menyampaikan persetujuan,
sanggahaan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
e.Siswa berkelompok, tiap-tiap kelompok terdiri atas 5 siswa.
f.Tiap-tiap kelompok dengan bimbingan guru menentukan topik diskusi
g.Siswa dengan bimbingan guru dalam kelompok masing-masing melakukan latihan
menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
h.Siswa dan guru menyimpulkan cara menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan
penolakan pendapat dalam diskusi dengan disertai bukti dan alasan yang tepat.

3. Kegiatan Akhir
Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.


E. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1.Sumber : Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII
Penerbit Erlangga.
2.Media : Rekaman diskusi dalam bentuk VCD


F. PENILAIAN
1.Teknik : Penilaian Tertulis dan Penilaian Unjuk Kerja
2.Bentuk instrumen : Tes Uraian dan Tes Uji Produk
3.Soal / instrumen :

1. Jelaskan etika dalam berdiskusi secara singkat dan jelas!
Pedoman Penskoran:

Senin, 19 Januari 2009

KARAKTERISTIK KTSP

KARAKTERISTIK

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

(KTSP)

A. Apakah KTSP itu?

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan dan berdasarkan pada standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

B. Mengapa KTSP Lahir?

Pada hakikatnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3). Berangkat dari idealisme pendidikan yang demikian itu, undang-undang tersebut mengamanatkan agar proses pendidikan mengarah kepada terbentuknya kualitas manusia Indonesia seutuhnya.

Keutuhan harus dimengerti sebagai utuh eksistensi (keberadaan) maupun potensi. Dalam pengertian utuh eksistensi, kualitas manusia Indonesia yang diharapkan adalah manusia yang berguna dalam kapasitasnya sebagai insan Tuhan, insan pribadi, insan sosial, dan insan politik. Utuh dalam pengertian potensi, adalah kemampuan produk pendidikan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikotor, atau cerdas spiritual, emosional, dan intelektual. Selain itu, diperlukan produk pendidikan yang berwawasan global yang berpijak lokal, memiliki kualitas internasional tanpa meninggalkan wawasan kebangsaan: nasionalisme dan patriotisme.

Penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa gerakan refromasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berpijak dari tuntutan tersebut, pendidikan harus mampu menyesuaikan diri, yang diwujudkan dalam proses pendidikan yang aktif, kreatif, dinamis, inovatif, dan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan peserta didik dalam konteks lokal, nasional, dan internasional.

Tuntutan reformasi dan demokratisasi tersebut berimplikasi pada pembaharuan sistem pendidikan, salah satunya adalah kurikulum. Diperlukan diversifikasi kurikulum untuk dapat melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam. Dengan kata lain, diperlukan kurikulum yang kontekstual, dalam arti internasional, nasional, dan lokal. Setiap daerah, bahkan setiap sekolah, mempunyai potensi, kebutuhan, dan persoalan masing-masing, yang tidak bisa dengan mudah diseragamkan. Bukan berarti meniadakan kurikulum nasional. Kurikulum lokal disusun berdasarkan kerangka kurikulum nasional. Hal itu sejalan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 38 ayat (2), Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/ madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/ Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah. Atas dasar itulah, setiap sekolah/ kelompok sekolah dan komite sekolah wajib menyusun kurikulum, yang digunakan sebagai acuan penyelenggaraan proses pendidikan di satuan pendidikan tersebut, dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Mengingat adanya keberagaman etnis, budaya, kemampuan, dan potensi daerah selama ini belum terakomodir secara optimal dalam pengembangan kurikulum pendidikan nasional. Padahal keberagaman tersebut merupakan aset yang dapat dikembangkan menjadi nilai-nilai keunggulan nasional.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lahir dari semangat otonomi daerah, di mana urusan pendidikan tidak semuanya tanggungjawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi tanggung jawab daerah. Oleh sebab itu dilihat dari pola dan model pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum yang bersifat desentralistik.


C. Bagaimanakah Karakteristik KTSP?

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang disusun di tingkat satuan pendidikan sehingga mempunyai karakteristik yang membedakan dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Adapun karakteristik dari KTSP adalah :

1. KTSP merupakan kurikulum yang menggunakan empat desain kurikulum sekaligus yaitu :

a. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu

Desain kurikulum ini merupakan desain yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu(Anonim, 2008 : 41). Dilihat dari desainnya, KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu. Hal ni dapat dilihat dari (1) struktur program KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dan mata pelajaran yang harus dipelajari itu selain sesuai dengan nama-nama disiplin ilmu juga ditentukan jumlah jam pelajarannya; (2) kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran.

b. Desain Kurikulum Berorintasi pada Masyarakat

Asumsi yang mendasari desain kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari sekolah yaitu melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena tu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum(Anonim, 2008 : 43). KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada masyarakat. Hal itu terlihat dari :

1) Salah satu prinsip pengembangannya adalah relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan KTSP dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kebutuhan masyrakat, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

2) Acuan operasional penyusunan KTSP memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan kesetaraan gender. KTSP harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang pelestarian keragaman budaya serta harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan mendukung upaya kesetaraan gender.

c. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa

Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan siswa sebagai sumber isi kurikulum (Anonim, 2008 : 46). Hal itu tampak pada salah satu prinsip pengembangan KTSP yaitu berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. KTSP dikembangkan berdasrkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengebangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TYME, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

d. Desain Kurikulum Teknologis

Model desain kurikulum teknologi difokuskan pada efektivitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Desain instruksional menekankan pada pencapaian tujuan yang mudah diukur, aktivitas, tes, dan pengembangan bahan ajar (Anonim 2008 : 48). KTSP merupakan kurikulum teknologis, hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan menjadi indikator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagai bahan penilain.


2. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu.

Prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya pendekatan CTL yang salah satu ciri utamanya adalah ikuiri. Demikian juga secara tegas dalam struktur kurikulum terdapat komponen pengembangan diri, yakni komponen kurikulum yang menekankan kepada aspek pengembangan minat dan bakat individu peserta didik.


3. KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah.

Salah satu acuan operasional penyusunan KTSP yaitu keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. KTSP disusun dengan memperhatikan bahwa daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalman hidup sehari-hari. Oleh karena itu KTSP disusun dengan memperhatikan keragaman tersebut unruk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.


4. KTSP merupakan kurikulum yang memberikan otonomi yang luas kepada sekolah atau satuan pendidikan dalam penyusunan, pengembangan, serta pelaksanaannya.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan dan berdasarkan pada standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dilihat dari pengertian KTSP tersebut, terlihat jelas bahwa sekolah (satuan pendidikan) mempunyai otonomi yang luas baik pada penyusunan, pengembangan maupun pelaksanaannya. Hali ini diperkuat lagi dengan acuan operasional penyusunan KTSP harus memperhatikan karakteristik satuan pendidikan. KTSP harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan ciri khas satuan pendidikan.

Dengan pemberian otonomi yang luas kepada masing-masing sekolah (satuan pendidikan) dalam penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan KTSP, seyogyanya pengembangan kurikulum yang dilakukan sekolah harus mempertimbangkan SDM, sarana serta kearifan lokal yang dimiliki. Sekolah berhak me-reformulasi ulang tatanan kurikulum yang sudah ada. Namun, formulasi yang dibuat tetap harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan pemerintah, dalam hal ini adalah BSNP. Formulasi yang dibuat harus dapat menonjolkan nilai jual atau nilai lebih dari sekolah penyusunnya. Atau dengan kata lain formulasi tersebut dapat menjawab pertanyaan “Apakah yang dapat dibanggakan dari sekolah tersebut?


Rabu, 14 Januari 2009

MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF


MENULIS TEKS BERITA
DENGAN TEKNIK TAYASI



Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII/2




STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan / poster.

KOMPETENSI DASAR
Menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas.

MEDIA PEMBELAJARAN
VCD Rekaman Peristiwa
VCD Player dan Televisi atau Komputer/laptop dan LCD
Teks Berita

TEKNIK TAYASI
Yang dimaksud pembelajaran menulis teks berita dengan teknik “TAYASI” (dari tayangan hingga investigasi) adalah pembelajaran menulis teks berita yang diawali dengan penayangan rekaman peristiwa, kemudian siswa disuruh mencermati tayangan tersebut. Setelah mencermati tayangan tersebut, siswa membaca teks berita (model teks berita) yang isinya pemberitaan peristiwa yang ada dalam tayangan tersebut. Setelah membaca teks berita, siswa mengadakan diskusi untuk menemukan dan menentukan unsur-unsur berita serta bentuk susunan teks berita yang dibacanya. Setelah menemukan dan memahami unsur-unsur berita serta bentuk susunan teks berita yang dibacanya, siswa berlatih menulis teks berita tentang peristiwa yang baru saja terjadi/dialami di kelasnya . Kegiatan selanjutnya adalah siswa melakukan investigasi di luar kelas dalam bentuk wawancara dengan sumber berita dan tinjauan lokasi/obsevasi ke tempat peristiwa yang dijadikan bahan berita. Setelah melakukan investigasi siswa menulis teks berita dengan bahasa yang singkat, padat, dan jelas sesuai dengan hasil investigasinya.

ANALISIS KURIKULUM SMPN 2 KANDANGAN KAB. TEMANGGUNG

ANALISIS KURIKULUM
SMP N 2 KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG

Dalam upaya meningkatkan kuallitas pendidikan baik kualitas proses maupun kualitas hasil belajar, maka perlu disusun dokumen kurikulum sekolah yang dijadikan pedoman bagi semua civitas akademika dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga mengamanatkan agar di tiap-tiap satuan pendidikan (sekolah) menyusun kurikulum yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah yang bersangkutan.
SMP Negeri 2 Kandangan telah menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai bahan pijakan untuk melaksanakan proses pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disusun dengan melibatkan beberapa pihak terkait, yaitu kepala sekolah, guru, dan unsur masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah. Adapun bahan-bahan yang dijadikan referensi dalam penyusunan KTSP ini adalah semua masukan yang relevan dari berbagai pihak, antara lain panduan penyusunan KTSP dari BNSP, beberapa materi pelatihan dan penataran, masukan dari pengawas, instruktur, dan Dinas Pendidikan Kabupaten, serta masukan dari masyarakat. Beberapa referensi tersebut dianalisis dan diterapkan yang sesuai agar KTSP tersusun sesuai dengan harapan.
Semua yang terlibat dalam penyusunan Kurikulum SMP N 2 Kandangan sudah berusaha semaksimal mungkin agar kurikulum yang dihasilkan memenuhi harapan semua pihak. Namun, pada kenyataannya Kurikulum SMP Negeri 2 Kandangan tak lepas dari berbagai kekurangan di samping juga terdapat beberapa hal yang sudah cukup baik (kelebihan). Kekurangan dan kelebihan tersebut perlu dianalisis sebagai balikan agar KTSP ini pada tahun-tahun yang akan datang dapat tersusun lebih baik lagi. Kelebihan perlu dipertahankan dan ditingkatkan sedangkan kekurangan yang ada perlu dicari akar penyebabnya untuk diberikan solusi yang tepat. Berikut ini analisis Kurikulum SMP Negeri 2 Kandangan menurut pandangan penulis. Analisis ini terbatas pada Dokumen I yang menyangkut beberapa komponen.

1. Nama Kurikulum
Iastilah yang dipakai untuk menamai kurikulum atau judul dokumen yaitu KURIKULUM SMP NEGERI 2 KANDANGAN TAHUN 2008, bukan KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) SMP NEGERI 2 KANDANGAN TAHUN 2008 seperti yang dipakai oleh kebanyakan sekolah. Yang dimaksud Tingkat Satuan Pendidikan (TSP) adalah sekolah penyusun dan pemakai kurikulum, dalam hal ini SMP Negeri 2 Kandangan Jadi tidak digunakannya istilah KTSP sudah tepat karena kurikulum tersebut disusun dan dipakai oleh SMP Negeri 2 Kandangan sehingga nama yang dipakai langsung menggunakan nama sekolah penyusun dan pemakainya. KTSP hanyalah jenis kurikulum dan merupakan roh dari kurikulum itu sendiri.

2. Komponen Dokumen I
Komponen Dokumen I Kurikulum SMP Negeri 2 Kandangan meliputi Pendahuluan, Tujuan, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan Penutup. Hal ini sudah sesuai dengan pedoman penyusunan KTSP.

3. Bagian Pendahuluan
Bagian Pendahuluan Kurikulum SMP N 2 Kandangan berisi Identitas, Rasional dan Landasan. Hali ini kurang sesuai dengan pedoman penyusunan KTSP. Ada hal yang belum dicantumkan yaitu unsur tujuan yang berisi tujuan penyusunan KTSP. Sebenarnya secara tersirat tujuan tersebut sudah ada dalam komponen rasional. Namun, seharusnya tujuan itu dicantumkan secara eksplisit pada bagian tersendiri supaya lebih jelas dan mudah dipahami oleh pemakai kurikulum.
Selain ada hal yang kurang, ada juga bagian yang ’mubah’ yaitu unsur identitas. Pencantuman unsur identitas di sini kurang signifikan karena unsur tersebut bukan sesuatu yang harus dipedomani dalam pelaksanaan kurikulum.
Pada bagian rasional dijelaskan dasar pemikiran disusunnya KTSP dengan sangat spesifik. Dasar pemikiran yang dipakai betul-betul langsung mengarah pada sekolah yang bersangkutan, bukan dasar pemikiran yang sifatnya umum saja. Hali ini merupakan salah satu nilai lebih dari Kurikulum SMP N 2 Kandangan. Di samping itu landasan yang digunakan juga cukup kuat karena landasannya lengkap.

4. Prinsip pengembangan KTSP
Kurikulum SMP N 2 Kandangan tidak mencantumkan prinsip-prinsip pengembangan KTSP pada bagian pendahuluan. Prinsip pengembangan KTSP meliputi tujuh hal, yaitu:
a. berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya,
b. beragam dan terpadu,
c. tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni,
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan,
e. menyeluruh dan berkesinambungan,
f. belajar sepanjang hayat,
g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Tujuh prinsip pengembangan KTSP itu perlu dicantumkan agar warga sekolah, khususnya pemangku kepentingan di sekolah tersebut mengetahui dan memahaminya sehingga pengembangan KTSP dapat dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip tersebut.

5. Visi
Visi SMP N 2 Kandangan adalah Wahana Pembentuk Pribadi yang Cerdas, Terampil, Berprestasi Berdasarkan Iman dan Taqwa.
Visi ini cukup baik dengan beberapai pertimbangan, yaitu:
a. Sesuai dengan norma, nilai, dan harapan masyarakat.
b. Berorientasi ke depan dengan memperhatikan kekinian.
c. Mendorong semangat dan komitmen seluruh warga sekolah.
d. Mendorong adanya perubahan yang lebih baik.
e. Mengarahkan langkah-langkah strategis (misi) sekolah.
f. Dituangkan dalam kalimat yang sederhana sehingga semua warga sekolah mudah mengingat dan memahaminya.
g. Ditinjau dari maknanya, visi ini cukup terukur dan realistis serta mencerminkan sasaran yang ingin dicapai. Visi tersebut dapat dicapai dan diukur dengan melihat pencapaian kompetensi siswa serta perilaku siswa baik di sekolah maupun di masyarakat.

6. Misi
SMP N 2 Kandangan memiliki lima misi untuk mendukung pencapaian visi yang ada.
Misi yang ditetapkan sekolah sudah tepat karena sudah mencerminkan langkah-langkah atau tindakan yang strategis untuk mencapai visi. Adapun kelima misi yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Menyelanggarakan pendidikan yang efektif dan efisien berdasar prinsip kemandirian untuk membentuk pribadi yang cerdas .
2. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan diri untuk memberi kesempatan peserta didik mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan potensi yang dimilkinya
3. Membentuk kepribadian siswa yang bermoral agama, menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup.
4. Mengembangkan kemampuan siswa yang kreatif dan inovatif.
5. Mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan pada peserta didik

7. Tujuan Sekolah
Sepuluh Tujuan Sekolah yang tercantum dalam kurikulum sudah sesuai dengan visi dan misi sekolah. Namun, ada beberapa tujuan yang masih terlalu rendah sehingga perlu ditingkatkan.
Contoh : Empat puluh persen dari jumlah siswa memiliki keterampilan menjahit. Mestinya tidak hanya 40% tetapi lebih dari itu misalnya 60%.

8. Struktur dan Muatan Kurikulum
a. Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum sudah sesuai dengan pedoman yang ada yang meliputi 10 mapel, muatan lokal, dan pengembangan diri. SMP N 2 Kandangan menetapkan 3 Muatan Lokal yaitu Bahasa Jawa, Tata Boga, dan English Conversation. Alokasi waktu berjumlah 36 jam pelajaran setiap minggu (ditambah 2 jam pengembangan diri). Dengan demikian SMP N 2 Kandangan menambah 4 jam pelajaran, yaitu 1 jam pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika serta 2 jam untuk muatan lokal. Penambahan jam pelajaran pada Mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika sudah cukup tepat, tetapi masih ada yang perlu ditambah yaitu Mata Pelajaran IPA dan IPS mengingat dua mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran unas dan muatan materinya cukup banyak.

b. Muatan Kurikulum
1) Mata Pelajaran
Kelompok mata pelajaran sudah diperinci dengan mencantumkan kelompok dan jenis mata pelajarannya. Namun demikian tidak mencantumkan cakupan setiap kelompok mata pelajaran tersebut. Cakupan kelompok mata pelajaran itu perlu dicantumkan karena hal itu penting untuk mengetahui maksud dan tujuan setiap kelompok mata pelajaran.
Contoh: Cakupan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulai mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Untuk tiap-tiap mata pelajaran, ruang lingkup, tujuan, pembelajaran, dan penilaiannya sudah dicantumkan secara terperinci sehingga membuat Kurikulum SMP N 2 Kandangan kelihatan lebih opersional.

2) Muatan Lokal
Kurikulum SMP N 2 Kandangan sudah memprogramkan muatan lokal dengan baik. Dalam Dokumen I sudah dicantumkan tujuan, jenis, ruang lingkup, pembelajaran, dan alokasi waktu pelaksanaannya. Pada bagian pendahuluan, khusus untuk Muatan Lokal Bahasa Jawa sudah cantumkan payung hukumnya yaitu Keputusan Gubernur sebagai landasannya.

3) PengembanganDiri
Pengembangan diri sudah terprogram dengan baik. KTSP ini sudah mencantumkan tujuan, jenis, jadwal dan pedoman penilaian pengembangan diri secara pasti. Dalam Dokumen I ini, untuk program pengembangan juga sudah tersusun ruang lingkup, pembelajaran, alokasi waktu, dan pengampunya. Hal ini memberikan kesan bahwa program pengembangan diri merupakan program penting dan sejajar dengan mata pelajaran.

c. Pengaturan-pengaturan
1) Beban Belajar
Beban belajar yang ditetapkan dalam kurikulum sudah sesuai dengan ketentuan pengembangan KTSP yaitu dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Hanya saja dalam kurikulum tersebut jumlah minggu dan jumlah hari efektif dalam satu tahun belum dicantumkan secara pasti, masih dalam bentuk antara. Jumlah minggu yang dicantumkan antara 34 – 38 minggu, dan jumlah hari antara 1224 – 1368. Harusnya sudah dipastikan sekian minggu dan sekian hari dalam satu tahun pelajaran.

2) Ketuntasan Belajar
KKM telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan, yaitu ditetapkan sebelum tahun pelajaran dimulai, ditetapkan oleh masing-masing guru mata pelajaran dengan mempertimbangkan aspek-aspek penentuan KKM. Angka KKM sudah lengkap tiap mata pelajaran pada tiap semesternya.

3) Kriteria Kenaikan Kelas dan Kriteria Kelulusan
Penetapan kriteria kenaikan kelas maupun kriteria kelulusan sudah sesuai dengan pedoman pengembangan KTSP.
Kriteria kanaikan kelas dan kelulusan SMP N 2 Kandangan selain berpedoman pada kriteria nasional juga menetapkan kriteria tambahan, yaitu berkenaan dengan tingkat kehadiran siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. SMP N 2 Kandangan menetapkan siswa yang naik atau lulus harus mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah minimal 80 % dari hari belajar efektif.
Angka 80% sebenarnya masih bisa dinaikkan supaya tingkat kehadiran siswa lebih tinggi.

4) Pendidikan Kacakapan Hidup/Life Skills
Pendidikan Kecakapan Hidup/Life Skills sudah diprogramkan, tetapi baru menetapkan jenisnya saja, sedangkan tujuan, jadwal, dan siapa pengampunya belum dicantumkan.
Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan di SMP Negeri 2 Kandangan adalah Pendidikan Keterampilan Menjahit yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

6) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
SMP N 2 Kandangan belum mencantumkan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global. Hal ini menjadi catatan tersendiri karena tampaknya SMP N 2 Kandangan masih kesulitan menemukan jenis pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global yang tepat.

9. Kalender PendidikanKalender pendidikan sudah dicantumkan dan sudah sesuai dengan pedoman penyusunan dan pengembangan KTSP. Kalender pendidikan SMP N 2 Kandangan sudah memuat jumlah minggu dan hari efektif tiap bulannya, juga waktu-waktu untuk k

COOPERATIF LEARNING: SUATU PENDEKATAN PEMBELAJARAN DALAM MENGHADAPI TRANSFORMASI SOSIAL



A. DASAR PEMIKIRAN

Globalisasi telah membawa perubahan yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia abab ke-21. Globalisasi menuntut adanya perubahan di dalam pribadi manusia itu sendiri bagaimana dia memandang dunia ini, kehidupan yang berubah. Globalisasi meminta organisasi, lembaga-lembaga masyarakat, organisasi masyarakat termasuk negara meninjau kembali paradigma-paradigmanya. Demikian pula globalisasi telah memacu ilmu pengetahuan dan teknologi secara timbal balik. Semua ini berarti ilmu pengetahuan termasuk ilmu pendidikan atau pedagogik perlu meninjau kembali paradigma-paradigma yang mendasarinya ( Tilaar, 2008:275)
Pedagogik sebagai suatu bidang ilmu pendidikan tentunya tidak dapat menutup mata terhadap perubahan global yang terjadi. Oleh karena pendidikan merupakan aspek kebudayaan dan kebudayaan mengalami perubahan di era globalisasi maka proses pendidikan juga tidak luput dari perubahan. Bahkan pendidikan yang berkenaan dengan pembinaan pribadi manusia itu seharusnya berfungsi sebagai agen perubahan.
Kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang erat oleh pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan, khususnya guru di negeri ini.
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang terbebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.
Dalam mengahadapi perubahan kehidupan perlu ada perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, arus proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa juga bisa saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Bahkan banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem ”pembelajaran gotong royong” atau cooperativ learning. Dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator ( Lie, 2008:11-12)
Lie (2008:12) juga menjelaskan bahwa ada beberapa alasan penting mengapa sistem pembelajaran cooperatif learning perlu sering digunakan di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografi yang mengharuskan sekolah lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.
Karena pengaruh modernisasi, struktur keluarga banyak berubah dalam dekade akhir-akhir ini. Semakin banyak anak yang dibesarkan dalam keluarga tanpa kehadiran penuh kedua orang tua. Tingkat mobilitas dan isolasi keluarga makin meningkat dengan semakin bertambahnya kaum ibu yang berkarier. Anak lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi. Pada saat mata terpaku pada layar tv, hilanglah kesempatan untuk mengembangkan interaksi sosial dan keterampilan berkomunikasi. Di tengah-tengah transformasi sosial, sekolah seharusnya merasa terpanggil untuk memperhatikan juga perkembangan moral dan sosial anak didik di samping perekembangan kognitifnya. Siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan sesama.
Pada kebanyakan pekerjaan, kepandaian atau kemampuan individu bukanlah yang terpenting. Kemampuan untuk bekerja sama dalam tim lebih dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan keberhasilan suatu usaha. Sebagai pendidik yang bertanggung jawab, guru perlu memperhatikan nilai-nilai sosial yang harus dimiliki siswa tidak sekadar nilai-nilai tes dan ujian saja. Guru harus merasa terpanggil untuk mempersiapkan anak didiknya agar bisa berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial.
Sebagai bagian masyarakat, sekolah juga merupakan tempat pertemuan anak dari berbagai suku dan ras. Tanpa penanganan yang bijaksana, siswa-siswa bisa terjatuh dalam ketegangan antarsuku dan sikap-sikap rasialis. Jika siswa tidak diajari untuk berinteraksi dengan teman sekelas dalam suasana yang cooperatif kemungkinan besar siswa tersebut akan gagal untuk memandang siswa yang berbeda ras/suku sebagai seorang individu dengan segala nuansa kemanusiaanya. Yang dia lihat tidak akan lebih dari stereotip-stereotip yang sangat mungkin menjurus pada sikap-sikap prejudice dan rasialis (Lie, 2008:14).
Seperti kata pakar pendidikan, John Dewey, sekolah adalah miniatur masyarakat, sudah selayaknyalah anak didik belajar mengenai tata cara bermasyarakat dalam konteks-konteks yang sesungguhnya semasa di sekolah. Metode pembelajaran cooperatif learning telah dibuktikan sangat efektif dalam meningkatkan hubungan antarras di Amerika. Sebelum pendekatan ini dipakai, ada jarak yang dalam antara siswa-siswa Amerika keturunan Anglo dengan siswa-siswa keturunan Afrika dan Hispanik. Walaupun sering kali tidak kentara, sikap saling mencurigai dan membenci merupakan sikap yang umum di antara masyarakat Amerika Serikat. Beberapa tahun setelah metode pembelajaran cooperatif learning dipakai di beberapa sekolah, siswa-siswa yang berlainan ras mulai lebih bisa saling mengerti dan menerima(Lie, 2008:15)
Kita sedang mengalami krisis dalam dunia pendidikan. Transformasi yang cepat dan dasyat merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika kita tidak mengubah praktik-praktik pembelajaran dan pendidikan yang sudah usang, kita akan bergerak menuju keruntuhan, bukan saja di dunia pendidikan, melainkan juga dalam kehidupan bermasyarakat. Jika kita tidak mengubah kebiasaan-kebiasaan kontra-edukatif, kita malah akan menjerumuskan anak didik dalam ketidakberdayaan menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Seiring dengan fungsi tradisional sekolah untuk membekali anak didik dengan keterampilan-keterampilan dasar dan muatan-muatan informasi, sekolah juga harus membina anak didik agar mempunyai kemampuan untuk berpikir kritis dan kreatif, berkomunikasi, dan berkehidupan sosial.

B. DAFTAR BACAAN


Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ismail. 2003. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Direktorat PLP Depdiknas.

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press Unesa.

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widisarana Indonesia.

Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra . Penerbit SIC

Tilaar, H.A.R. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Zamzani dan Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Pedagogik Transformatif. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Yogyakarta.